Skip to main content

Permainan Rakyat Sumbawa Karapan Kerbau




Konon karapan kebo adalah permainan rakyat yang hanya ada di Kabupaten Sumbawa, Pulau Sumbawa, Nusa Tenggara Barat. Barapan kebo berupa sepasang kerbau yang beradu kecepatan lari, yang dikendalikan seorang joki. Kerbau yang lari lebih cepat dan mampu menjatuhkan sakak (tiang kayu) di garis finis, itulah pemenangnya. Untuk merobohkan sakak ada sandro (dukun) yang dengan kekuatan ilmunya bisa mengecohkan ternak dan jokinya.

Kerbau balap tidak sembarangan,namun biasanya memiliki ciri khusus berupa pusaran pada bulunya.tanda itu jumlahnya seimbang pada bagian tubuhnya, misalnya, dua pusaran masing-masing dikiri dan kanan tubunya. Yang terbaik, putaran itu berada pada bagian tengkuk dan diantara kedua mata kerbau.

Kepalanya selalu memandang tegak kedepan, dan tanduknya tumbuh sempurna melengkung keatas. Ciri-ciri itu dimiliki sepasang kerbau yang kelak jadi petarung dalam barapan. Sebelum jadi atlit, duet kerbau dilatih berlari di sungai yang kebetulan airnya lagisurut, atau di tempat khusus yang di sediakan pemilik kerbau. Lama kerbau dilatih sebelum turun ke arena kompetisi, tidak ada target waktunya.

Kerbau ini dilengkapisejumlah peralatan bertanding seperti noga, sebatang kayu dengan panjang 2,5 meter yang dipasang pada punduk kedua binatang itu. Dibagian tengah noga ada kayu memanjang kebagian belakang badan kerbau, dan bagian ujung katu itu tedapat kareng untuk pijakan sang joki.
Dengan mangkar (cemeti/cambuk), sang joki berdiri dibagian ujung kayu yang memanjang kebagian belakang badan kerbau dan di bawa lari oleh ternak itu dari pelepas/garis start kesakak (bisa berbentuk patung kayu) sebagai garis finis. Batas arena lomba juga ditandai kayu dosebut panjang.di dekat sakak berdiri seorang sandro selaku wasit,yang member komando dengan peluit saat permainan dimulai.

Joki dan ternak harus merobohkan sakak,sehingga dinyatakan sebagai pemenang.hanya saja untuk menjatuhkan sakak tidak gampang, karena di seputar sakak itu berdiri seorang sandro yang dengan kemampuian ilmunya berupaya mengecohj ternak dan joki. Di sinilah tampak pertarungan di mulai, karena ada sandro di sakak dan joki yang di lindungi oleh sandronya saling baku ilmu. Kebanyakan orang tidak percaya karena dua meter dari garis finis kerbau bias lari keluar dari garis pancang, atau jokinya terpental dari kareng, peserta yang keluar dari ancang atau tidak mampu merobohkan sakak dinyatakan di diskualifikasi.

Di masa lampau permainan ini malah lebih ganas lagi, karena ada kerbau yang tandikunya tiba-tiba copot dari kepalanya. Sebaliknya, sandro penjaga sakak buru-buru minggir, bila tidak mampu menahan kekuatan ilmu sang joki sdan sandronya. Bukan seperti pacuan kuda yang dalam tiap rondenya beradu lari, namun dalam barapan ini seoasang kerbau secara bergiliran baku lari darigaris star ke garis finis. Yang merobohkan sakak dan yang memiliki  waktuyang tercepat yang tampil sebagai pemenang.

Arena bertanding umumnya di sawah yang berair dan berlumpuh. Tinggi permukaan air dan ketebalan lumpur, tergantung panjang-pendeknya areal sawah tempat kompetisi. Bila areal sepanjang 50 meter, maka Volume air sawah diupayakan lebih banyak, biar lapangan relatife becek, sekaligus di jadikan faktor kesulitan bagi peserta. Bila petak sawak sepanjang 100 meter, maka airnya lebih kering.

Awalnya, menurut tuturan dari mulut ke mulut,pacu kerbau ini merupakan acara selamatan yang muncul dari tradisi bertani penduduk, khususnya saat musim tanam padi. Menjadikan tanah yang siap di Tanami padi mesti di bajak tiga kali. Karena jenis tanah sawah di Kabupaten Sumbawa umunya berupa tanah liat, dan terbatasnya hari hujan hanya bias ditanami padi sekali setahun. Disebabkan kondisi iklim yang kurang bersahabat di tanah Samawa yang hari hujannya relative pendek. Tidakheran sawah hanya digarap sekali setahun, bercocok tanam padi pada musim hujan dan tanahnya di biarkan kosong dalamwaktu yang lama dan ketika awal musim tanam padi tiba tanah sawahagakalotdi bajak. Mungkin untuk  memperpendek waktu, pemilik sawah bersedia sawahnya di pakai uintuk arena lomba, biar tanah cepat lembur oleh pijakan kaki puluhan kerbau.

Kebiasaan it uterus berkembang sampai sekarang, bahkan dilaksanakan saban tahun, baik untuk kepentingan amal (menghimpun dana bagipembangunan masjid, mushalla, dan lain-lain), maupun dipertandingan yang pemenangnya de sediakan hadiah seperti piala, kain sarung, kain bakal baju (batik), dfan televise. Hamper setiap desa menyelenggarakan barapan, malah panitianya sampai mengundang peserta dari luar desa.

Kalau lagi musim tanam, baterai radio di jaga agar tidak soak, karena para pemilik kerbau pacu mendengar pengumuman adanya barapoan biasanya lewat radio. Makanya jangan harap kita dipinjamin radio. Sejalan dengan perkembangan pariwisata, pacu kerbau lalu dijadikan suguhan bagi wisatawan. Beberapa hotel menjual permainan rakyat ini sebagai paket wisata bagi para tourist. Sebagai saling ajang adu kekuatan ilmu, barapan ini bisa di katakan pula arena bursa bagi kerbau, ini mengingat kerbau yang menang berkompetisi nilaijualnya amat tinggi, 20 juta sampai 30 juta per ekor. Ini pun belum tentu pemiliknya mau menjualnya.malah sebelum jadi petanding dalam pentas barapan, asalkan memiliki cirri-ciri khusus sebagaimana ciri-ciri kerbau yang bagus di jadikan atlit, bisa berharga 6 juta sampaai 8 juta per ekor. Jauh lebih mahal di banding harga pasar seekor kerbau untuk pemeliharaan atau kerbau potong yang berkisar 2 juta sampai 4 juta per ekor.

Negatif :
Karapan kerbau di jadikan sebagai ajang tempat mengadu ilmu antara joki, sandro, dan sandroyang menjaga sakak (garis finis). Hal ini sering terjadi dalam setiap barapan kerbau, ini mesti di rubah karena akan berdampak buruk bagi generasi muda di tanah Samawa yang akan meneruskan Kebudayaan Sumbawa.

•    Hal yang mesti di rubah adalah barapan kerbau yang dijadikan ajang tempat mengadu ilmu antara joki, sandro, dan sandro penjaga sakak ( garis finis).
•    Perubahan yang harus kita lakukan adalah menjadikan barapan kebo tersebut sebagai kebudayaan yang di lakukan tiap tahunnya pada musim tanam padi, tidak menjadikan kebudayaan tersebut sebagai tempat ajang mengadu ilmu. Kebudayaan yang kita miliki harus di kembangkan agar para wisatawan tertarik untuk dating ke Pulau Sumbawa karena keunikan dan keragaman budayanya.

Positif :
• Kegiatan ini sering di jadikan untuk kepentingan amal, dalam menghimpun dana untuk pembangunan Masjid, Mushalla,sekolah dan lain-lain.
• Semakin berkembangnya pariwisatya, kebudayaan barapan kebo dapat di jadikan suguhan bagi wisatawan dan tamu-tamu dari luar daerah.

Comments

  1. nice post.
    klik di sini dan saksikan juga uniknya pacu jawi di sumatera barat

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

'Lalu Dia Lala Jinis' Cerita Rakyat Dalam Sebuah Novel

Sebuah novel karya sastrawan sumbawa Dinullah Rayes ini menceritakan tentang perjuangan cinta antara putri dari kerajaan seran yang sangat cantik jelita Lala Jinis dengan seorang pangeran yang tampan asal negeri Alas Lalu Dia. Cerita rakyat ini telah ada sejak zaman dahuluu dan turun temurun dikalangan masyarakat. Bahkan beberapa waktu lalu cerita rakyat yang sarat akan perjuangan cinta ini, pernah ditampilkan dalam sebuah drama oleh sanggar seni Lonto Engal ditaman budaya mataram dan terbilang sukses. Lala Jinis adalah seorang putri raja Seran yang sangat cantik jelita, oleh karena itu banyak laki-laki yang mengidamkannya, tak terkecuali Ran Pangantan, seorang putra panglima besar di kerajaan Seran kala itu. Terpesona oleh kecantikan serta latar belakang keluarga lala jinis yang kaya raya, Ran Pangantan bersama ayahandannya pun melamar sang putri. Niat Ran pangantan untuk mempersunting Lala jinis lansung diterima oleh sang Raja dan permaisuri. Dari situlah penderitaan Lala Jinis dimul

Labaong Bukit Timbunan Tulang, Cerita Rakyat Dalam Sebuah Buku

Judul: Labaong Bukit Timbunan Tulang Pengarang: Soedjono Masdi Samidjo Tebal Buku: 93 Halaman Buku karya Soedjono Masdi ini menceritakan tentang legenda tentang seorang Puteri Raja yang terbuang menjadi tutur pinutur dari generasi ke generasi. Konon di sebuah bukit ia dikucilkan karena tubuhnya menjijikan. Sang puteri itu menyatu dengan bukit itu. La Gawa  adalah seorang yang disegani di wilayahnya (Sumbawa), dia juga pemimpin bajak laut Bintang Tiga. Para Kolonial sangat benci dengannya, begitupula dengan mertua La Gawa sendiri (Rangga). La Gawa tidak pernah mematuhi perintah yang diberikan oleh mertuanya karena ia tahu bahwa mertuanya hanya mengingikan jabatan tinggi di kerajaan. Suatu hari La Gawa diusir oleh mertuanya karena ia tanpa sengaja telah memukuli istrinya sendiri. La Gawa pun menggembara tanpa seorng istri di sampingnya (Lala Bueng).  La Gawa bertekad akan berkorban demi rakyat serta wilayah tempat tinggal istrinya. La Gawa dating ke Port Roterdam di Makasar untuk menemui

Asal Mula Batu Balo

Batu Balo adalah cerita rakyat yang berkembang di tengah masyarakat Desa Empang Bawa, Kecamatan Empang, Sumbawa. Pada zaman dulu tersebutlah seorang raja bernama Raja Kepe. Raja Kepe memiliki seorang putri yang sangat cantik bernama Dara Belang. Tibalah suatu hari, sang raja memiliki keinginan yang sangat kuat untuk menikahkan putrinya dengan seorang raja asal negeri Garegat bernama Balo Kuntung. Hal ini dilakukan karena Raja Kepe telah memiliki hubungan yang sangat baik dengan keluarga Balo Kuntung tersebut. Mengetahui hal itu, Dara Belang sangat senang, dia akan mengakhiri masa mudanya karena akan segera dipersunting oleh Balo Kuntung yang telah diketahuinya memiliki rupa yang sangat tampan dan tubuh perkasa. Dara Belang pun tidak sabar menunggu hari baik dalam hidupnya itu. Hingga suatu hari, tersiar kabar bahwa Balo Kuntung dan keluarga besarnya akan mengunjungi keluarga Raja Kepe. Tibalah hari yang dinantikan kedua pihak keluarga, Balo Kuntung beserta rombonganpun segera berlayar