Skip to main content

Samaras Gamporo Adalah Perwujudan Semangat


Berikut adalsh tarian Samaras Gamporo Garapan Nurhin Mahendra, Kecamatan Empang, Sumbawa.

Selamat jalan tarian Maras Gamporo. Tari Smaras Gamporo seperti yang telah saya jelaskan pada postingan sebelumnya harus bertandang ke jakarta dalam rangka mewakili Nusa Tenggara Barat pada ajang Festival Tari Anak Nasional yang akan digelar dijakarta pada tanggal 6-7 Agustus 2016 di Tugu Pancasila Sakti Jakarta.

Keberangkatan mereka tentunya di iringi dengan dorongan, Motovasi dan semangat oleh beberapa seniman senior sumbawa yang lain. Momentum ini adalah batu loncatan baru sebagai ajang perkenalan wujud baru dan babak baru kepada publik tentang cita rasa tarian suku Samawa.

Ajang yang di ikuti oleh segenap Provinsi seluruh indonesia itu akan sangat bergengsi. Para kru tarian samaras gamporo telah mengatakan bahwa akan memberikan penampilan yang maksimal dalam ajang tahunan itu. Pasalnya ini adalah kali pertama tari sumbawa mewakili NTB pada ajang Festival Tari Anak Nasional.

Tidak hanya menjadi motivasi pribadi tapi ini adalah kebanggaan bagi kita masyarakat sumbawa tentunya. Bagaimana tidak, kini kita mampu berbicara pada sektor kebudayaan tidak hanya melalui Festival Moyo dan sebagainya. Tapi pada kesempatan kali ini adalah sekumpulan anak kecil yang akan mengenalkan nya kepada dunia. Inilah kita, kita yang masih menjunjung tinggi kebudayaan dan tetap harmonis meski kita tau sekarang arus Globalisasi tengah menyerang sejumlah suku melalui berbagai sektor.


Tarian maras gamporo kini menjadi pembuktian baru bagaimana masyarakat berusaha menyesuaikan pola kehidupan dengan arus luar yang kian hari kian masif berdatangan. Sebuah motivasi itu datang dari wilayah timur sumbawa, sebuah kecamatan yang memang terkenal dan berkomitmen untuk tetap menjaga dan melestarikan budaya leluhur mereka meski tengah berada di tengah pusaran badai globalisasi. Sebuah kecamatan yang berusaha menepis sikap pesimistis dari beberapa pihak dalam melihat kebudayaan sebagai candu yang membuat manusia tidak bisa berkembang. Sikap pesimistis sebagian orang akan budaya yang tidak mampu bersaing dan tidak memiliki nilai jual.

Budaya tidak hanya peninggalan leluhur yang harus dilestarikan, tepi bagi sebagian orang budaya adalah bagaimana berbicara kepada publik melalui karya, karsa, cipta yang teratur. Keteraturan ini akan melahirkan sebuah rasa yang dapat di implementasikan dalam sebuah karya seni yaitu tari, balawas, Bakelung,  Sekeco ataupun yang lain. Sehingga inilah yang masih membuat sebagian orang tetap eksis mempertahankan budaya sebagai acuan berfikir dan berinteraksi dengan dunia luar.

Sukses selalu untuk Tarian Saras Gamporo. Berbicaralah lebih banyak tentang sumbawa di jakarta, beritahukan kepada mereka bagaimana sumbawa yang sebenarnya. Beritahukan kepada mereka bahwa (SAHABAT) Sumbawa yang Hebat dan Bermartabat itu bukan hanya sebuah sikap Utopis dari segelintir orang, tapi sebuah acuan berfikir untuk melangkah kearah yang lebih baik.

Comments

Popular posts from this blog

Labaong Bukit Timbunan Tulang, Cerita Rakyat Dalam Sebuah Buku

Judul: Labaong Bukit Timbunan Tulang Pengarang: Soedjono Masdi Samidjo Tebal Buku: 93 Halaman Buku karya Soedjono Masdi ini menceritakan tentang legenda tentang seorang Puteri Raja yang terbuang menjadi tutur pinutur dari generasi ke generasi. Konon di sebuah bukit ia dikucilkan karena tubuhnya menjijikan. Sang puteri itu menyatu dengan bukit itu. La Gawa  adalah seorang yang disegani di wilayahnya (Sumbawa), dia juga pemimpin bajak laut Bintang Tiga. Para Kolonial sangat benci dengannya, begitupula dengan mertua La Gawa sendiri (Rangga). La Gawa tidak pernah mematuhi perintah yang diberikan oleh mertuanya karena ia tahu bahwa mertuanya hanya mengingikan jabatan tinggi di kerajaan. Suatu hari La Gawa diusir oleh mertuanya karena ia tanpa sengaja telah memukuli istrinya sendiri. La Gawa pun menggembara tanpa seorng istri di sampingnya (Lala Bueng).  La Gawa bertekad akan berkorban demi rakyat serta wilayah tempat tinggal istrinya. La Gawa dating ke Port Roterdam di Makasar untuk menemui

Asal Mula Batu Balo

Batu Balo adalah cerita rakyat yang berkembang di tengah masyarakat Desa Empang Bawa, Kecamatan Empang, Sumbawa. Pada zaman dulu tersebutlah seorang raja bernama Raja Kepe. Raja Kepe memiliki seorang putri yang sangat cantik bernama Dara Belang. Tibalah suatu hari, sang raja memiliki keinginan yang sangat kuat untuk menikahkan putrinya dengan seorang raja asal negeri Garegat bernama Balo Kuntung. Hal ini dilakukan karena Raja Kepe telah memiliki hubungan yang sangat baik dengan keluarga Balo Kuntung tersebut. Mengetahui hal itu, Dara Belang sangat senang, dia akan mengakhiri masa mudanya karena akan segera dipersunting oleh Balo Kuntung yang telah diketahuinya memiliki rupa yang sangat tampan dan tubuh perkasa. Dara Belang pun tidak sabar menunggu hari baik dalam hidupnya itu. Hingga suatu hari, tersiar kabar bahwa Balo Kuntung dan keluarga besarnya akan mengunjungi keluarga Raja Kepe. Tibalah hari yang dinantikan kedua pihak keluarga, Balo Kuntung beserta rombonganpun segera berlayar

'Lalu Dia Lala Jinis' Cerita Rakyat Dalam Sebuah Novel

Sebuah novel karya sastrawan sumbawa Dinullah Rayes ini menceritakan tentang perjuangan cinta antara putri dari kerajaan seran yang sangat cantik jelita Lala Jinis dengan seorang pangeran yang tampan asal negeri Alas Lalu Dia. Cerita rakyat ini telah ada sejak zaman dahuluu dan turun temurun dikalangan masyarakat. Bahkan beberapa waktu lalu cerita rakyat yang sarat akan perjuangan cinta ini, pernah ditampilkan dalam sebuah drama oleh sanggar seni Lonto Engal ditaman budaya mataram dan terbilang sukses. Lala Jinis adalah seorang putri raja Seran yang sangat cantik jelita, oleh karena itu banyak laki-laki yang mengidamkannya, tak terkecuali Ran Pangantan, seorang putra panglima besar di kerajaan Seran kala itu. Terpesona oleh kecantikan serta latar belakang keluarga lala jinis yang kaya raya, Ran Pangantan bersama ayahandannya pun melamar sang putri. Niat Ran pangantan untuk mempersunting Lala jinis lansung diterima oleh sang Raja dan permaisuri. Dari situlah penderitaan Lala Jinis dimul