Skip to main content

Sejarah kesultanan Sumbawa


Masa Kesultanan Sumbawa dimulai sejak berakhirnya Dinasti Dewa Awan Kuning yang menganut paham Animisme. Masuknya Islam ke Sumbawa telah mempercepat dan mengkatalis terbentuknya kesultanan Sumbawa yang dikenal dengan nama Dinasti Dewa Dalam Bawa. Sultan yang pertama memimpin Sumbawa adalah Dewa Mas Pamayam (Mas Cini) 1648-1666. Ada tiga “gelar induk” atau Puin Kajuluk yang digunakan sebagai nama gelar kesultanan Sumbawa : Sultan Harun Arrasyid, Sultan Jalaluddin, dan Sultan Kaharuddin.

Perjalanan masa kesultanan Sumbawa telah melahirkan pemimpin yang menegakkan keadilan dan kebenaran dengan keberanian yang ikhlas, sehingga lambang Kesultanan Sumbawa digambarkan dengan macan putih atau sering disebut “Bendera Macan”. Bendera macan putih merupakan lambang keberanian yang ikhlas dan suci, semangat ini telah terwarisi kepada seluruh masyarakat Sumbawa, sehingga menjadi masyarakat yang modern, religius dan demokratis.

Penobatan Sultan Sumbawa ini merupakan penobatan pertama yang dilakukan sejak kesultanan Sumbawa menjadi bagian NKRI. Penobatan ini menjadi sangat penting dan bermakna bagi seluruh rakyat atau Tau Tana Samawa yang memegang teguh nilai-nilai budaya Sumbawa. Penobatan Sultan Sumbawa tidak dihajatkan sebagai Negara Berdaulat, tetapi akan menjadi pengawal / penjaga pusaka Sumbawa yaitu budaya, adat rapang tau dan tana samawa yang religius ( Adat Barenti Ko Syara, Syara’ Barenti Ko Kitabullah)  yang bermakna bahwa adat istiadat dan budaya Sumbawa senantiasa berpedoman kepada agama untuk kerik salamat tau ke tana samawa (keselamatan masyarakat dan alam Sumbawa).

Wilayah kesultanan adat Sumbawa adalah kabupaten Sumbawa dan Sumbawa Barat (Kamutar Telu). Dinasti Dewa Dalam Bawa berkuasa sejak berakhirnya pemerintahan Dinasti Awan Kuning yaitu pada tahun 1623. Sultan-sultan yang pernah memimpin adalah sbb:
No.
Nama Sultan
Masa Pemerintahan
1.
Dewa Mas Pamayam (Mas Cini) (1648-1668)
1648-1668
2.
Dewa Mas Goa (Saudara dari Dewa Mas Pamayam) 168-1675.
1668-1675
3.
Dewa Mas Bantan (1675-1701)
1675-1701
4.
Dewa Mas Madina (Muharan Harun Arrasyid I ) 1701-1725)
1701-1725
5.
Dewa Mas Muhammad Jalaluddin I (Datu Taliwang) 1725-1731
1725-1731
6.
 Dewa Mas Mapasusung Moh Kaharuddin I (1731-1759)
1731-1759
7.
 I Sugi Karaeng Bantoa (Putri Dati Seran) 1759-1761)
1759-1761
8.
Hasanuddin (Alauddin) datu jereweh (1761-1763)
1761-1763
9.
Dewa mas Muhammad jalaluddin II (Pangeran Anom Mangkuningrat) 1763-1766
1763-1766
10.
Mappacongga Mustafa (Putra dari 8) 1776-1780
1766-1780
11.
Mahmud (Harun Arrasyid) Datu Jereweh putra dari 7 (1780-1791)
1780-1791
12.
Safiatuddin Dg. Masiki (Putri dari 10) 1791-1795
1791-1795
13.
Muhammad Kaharuddin II (Putra dari 9) 175-1865
1795-1865
14.
Sultan Amrullah (Adik L. Mesir) 1837-1883
1837-1883
15.
Mas Madina Raha Dewa Jalaluddin III (karena sepuh turun tahta 1883) 1883-1931
1883-1931
16.
Muhammad Kaharuddin III (Daeng Manurung Putra dari 15) 1931-1958
1931-1958
17
Haji DMA Kaharuddin, SE.MBA
2011-Sekarang
Tanggal 5 April 1941, Muhammad Abdurrahman Daeng Raja Dewa Putra Sultan Muhammad Kaharuddin III, dinobatkan sebagai Putra Mahkota. Bertepatan dengan tanggal kelahiran beliau Sultan Muhammad Kaharuddin IV, 5 April 2011 di nobatkan sebagai Dewa Maraja Sumbawa yang ke 17 oleh Lembaga Musyakara Adat Tana Samawa.

Sumber : Disporabudpar Sumbawa 2011

Comments

Post a Comment

Popular posts from this blog

Labaong Bukit Timbunan Tulang, Cerita Rakyat Dalam Sebuah Buku

Judul: Labaong Bukit Timbunan Tulang Pengarang: Soedjono Masdi Samidjo Tebal Buku: 93 Halaman Buku karya Soedjono Masdi ini menceritakan tentang legenda tentang seorang Puteri Raja yang terbuang menjadi tutur pinutur dari generasi ke generasi. Konon di sebuah bukit ia dikucilkan karena tubuhnya menjijikan. Sang puteri itu menyatu dengan bukit itu. La Gawa  adalah seorang yang disegani di wilayahnya (Sumbawa), dia juga pemimpin bajak laut Bintang Tiga. Para Kolonial sangat benci dengannya, begitupula dengan mertua La Gawa sendiri (Rangga). La Gawa tidak pernah mematuhi perintah yang diberikan oleh mertuanya karena ia tahu bahwa mertuanya hanya mengingikan jabatan tinggi di kerajaan. Suatu hari La Gawa diusir oleh mertuanya karena ia tanpa sengaja telah memukuli istrinya sendiri. La Gawa pun menggembara tanpa seorng istri di sampingnya (Lala Bueng).  La Gawa bertekad akan berkorban demi rakyat serta wilayah tempat tinggal istrinya. La Gawa dating ke Port Roterdam di Makasar untuk menemui

Asal Mula Batu Balo

Batu Balo adalah cerita rakyat yang berkembang di tengah masyarakat Desa Empang Bawa, Kecamatan Empang, Sumbawa. Pada zaman dulu tersebutlah seorang raja bernama Raja Kepe. Raja Kepe memiliki seorang putri yang sangat cantik bernama Dara Belang. Tibalah suatu hari, sang raja memiliki keinginan yang sangat kuat untuk menikahkan putrinya dengan seorang raja asal negeri Garegat bernama Balo Kuntung. Hal ini dilakukan karena Raja Kepe telah memiliki hubungan yang sangat baik dengan keluarga Balo Kuntung tersebut. Mengetahui hal itu, Dara Belang sangat senang, dia akan mengakhiri masa mudanya karena akan segera dipersunting oleh Balo Kuntung yang telah diketahuinya memiliki rupa yang sangat tampan dan tubuh perkasa. Dara Belang pun tidak sabar menunggu hari baik dalam hidupnya itu. Hingga suatu hari, tersiar kabar bahwa Balo Kuntung dan keluarga besarnya akan mengunjungi keluarga Raja Kepe. Tibalah hari yang dinantikan kedua pihak keluarga, Balo Kuntung beserta rombonganpun segera berlayar

'Lalu Dia Lala Jinis' Cerita Rakyat Dalam Sebuah Novel

Sebuah novel karya sastrawan sumbawa Dinullah Rayes ini menceritakan tentang perjuangan cinta antara putri dari kerajaan seran yang sangat cantik jelita Lala Jinis dengan seorang pangeran yang tampan asal negeri Alas Lalu Dia. Cerita rakyat ini telah ada sejak zaman dahuluu dan turun temurun dikalangan masyarakat. Bahkan beberapa waktu lalu cerita rakyat yang sarat akan perjuangan cinta ini, pernah ditampilkan dalam sebuah drama oleh sanggar seni Lonto Engal ditaman budaya mataram dan terbilang sukses. Lala Jinis adalah seorang putri raja Seran yang sangat cantik jelita, oleh karena itu banyak laki-laki yang mengidamkannya, tak terkecuali Ran Pangantan, seorang putra panglima besar di kerajaan Seran kala itu. Terpesona oleh kecantikan serta latar belakang keluarga lala jinis yang kaya raya, Ran Pangantan bersama ayahandannya pun melamar sang putri. Niat Ran pangantan untuk mempersunting Lala jinis lansung diterima oleh sang Raja dan permaisuri. Dari situlah penderitaan Lala Jinis dimul