Skip to main content

Kejuaraan Paralayang Internasional Resmi Digelar di Mantar


Kejuaraan Paralayang Internasional di Mantar

Sumbawanesia - Sejumlah atlet internasional paralayang dari 14 negara telah mengikuti Mantar Paragliding XC Open 2017 yang berlangsung pada 18-24 Juli di Desa Mantar, Kecamatan Poto Tano, Kabupaten Sumbawa Barat (KSB), Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB).

Paralayang sendiri merupakan olah raga terbang bebas dengan menggunakan sayap kain (parasut), yang lepas landas dengan kaki. Ini merupakan event tahunan yang digelar di Mantar.

"Sebanyak 40 pilot Paralayang dari 14 negara, termasuk Indonesia, telah mendaftar di Mantar Paragliding XC Open 2017 untuk kategori cross country. Kegiatan juga akan diikuti oleh sekitar 50 pilot paralayang dari berbagai klub di Indonesia untuk kategori fun dan pemula," ujar Faozal dalam keterangan tertulis kepada wartawan.

Menurut Faozal, kegiatan sport tourism kali ketiga ini merupakan agenda tahunan Pemerintah Provinsi NTB, khususnya Dinas Pariwisata NTB. Selain sebagai ajang prestasi, juga untuk meningkatkan grade dari olahraga Paralayang ini di NTB.

"Itu mengapa tahun ini untuk kategori lomba Paralayang di Mantar, KSB ini dibuat agak berbeda dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. Dimana untuk tahun ini selain menggelar kejuaraan dengan kategori akurasi atau ketepatan mendarat, juga diselenggarakan lomba dengan kategori XC atau cross country (lintas alam) yang lebih bergengsi," ucap Faozal.

Lebih dari itu, melalui penyelenggaraan Mantar Paragliding XC Open 2017 ini, lanjut Faozal, berbagai potensi kepariwisataan yang ada di NTB, khususnya di KSB akan lebih terekspose keluar. Sehingga ke depan daerah KSB yang memiliki keindahan alam dan keunikan seni budaya, serta kelezatan aneka kulinernya ini bisa menjelma jadi daerah tujuan wisata yang banyak dikunjungi para wisatawan.

"Ada yang sangat unik di Mantar, konon berasal dari beragam etnis, juga memiliki keanehan, ada orang albino yang jumlahnya selalu tujuh orang. Kalau ada yang meninggal satu, maka akan lahir satu lagi orang albino, sehingga tetap tujuh orang," ucap Faozal.

Wakil Presiden Asian Continental Paragliding Association (ACPA) Nixon Ray yang juga perwakilan dari FASI Pusat mengatakan, kegiatan ini selain akan mengangkat nama Mantar ke dunia internasional juga diharapkan dapat meningkatkan kualitas para pilot Paralayang Indonesia, termasuk menambah jam terbangnya.

"Spot di Mantar ini sangat bagus sekali, world class. Di Indonesia baru ada dua lokasi seperti ini, Mantar, dan satunya lagi di Palu, Provinsi Sulawesi Tengah," kata Nixon.

Sejak Mei 2015, daerah ini memang dibuka sebagai lokasi Mantar Paralayang oleh Ketua KONI Kabupaten Sumbawa Barat. Puncak Mantar berada di areal seluas 2.000 meter persegi. Desa di ketinggian 558 meter di atas permukaan laut ini dikembangkan menjadi seluas 7.000 meter persegi.

Di Mantar, para atlet bisa terbangkan parasut setinggi 3 ribu kaki dan kecepatan angin kurang dari 15 kilometer per jam. Daerah ini setiap pekan mendatangkan 600 orang wisatawan. Namun untuk ke sana, turis harus menggunakan mobil four wheel drive mengingat jalanan tanjakan yang sebagian terjal. "Di sini penerbang mancanegara menyebut lokasinya seperti di Oludeniz di Turki," lanjut Nixon.

Dengan letak geografis dan angin yang sangat mendukung, terlebih saat ini sudah ada dua titik lokasi landing dan take off yang telah dibangun. Mantar merupakan salah satu spot untuk olahraga Paralayang terbaik di dunia. Apalagi keindahan alamnya juga sangat luar biasa,  ini akan sangat menarik minat para Pilot Paralayang untuk datang mencoba.

Menteri Pariwisata Arief Yahya melihat ini sebagai kesempatan emas buat promosi destinasi Sumbawa Barat. "Even ini berkelas dunia, Mantar bisa ter-ekspose dan terkenal lewat lomba paralayang ini, hanya persoalan yang masih menghambat pariwisata Sumbawa Barat adalah masalah aksesibilitas," kata Arief.

Pria asal Banyuwangi itu menyambut baik langkah Bupati Kabupaten Sumbawa Barat H Musyafirin yang ingin mengembangkan Bandara Sekongkang, KSB demi kemajuan pariwisata di sana. Dua bandara yang sudah ada di Kabupaten Sumbawa dan Bima pun belum dipandang maksimal dalam meningkatkan potensi pariwisata yang ada di Pulau Sumbawa lantaran terbatasnya jam operasional bandara.

"Bandara Bima dan Sumbawa, di sana jam 17.00 WITA (bandara-red) sudah tutup. Ini persoalan bagi sektor pariwisata, jadi turis kalau jam 14.00 WITA sudah harus siap-siap pulang," ucap Arief.

Saat ini Bandara Sekongkang dilakukan kajian teknis terkait perpanjangan landasan pacu dan juga daya tampung bandara. Saat ini memiliki landasan pacu sepanjang 800 meter dan tinggal meningkatkan menjadi 1.200 meter agar bisa didarati pesawat jenis ATR.

Arief menilai, jika pekerjaan peningkatan landasan pacu selesai, akan memberikan kemudahan bagi wisatawan dari Lombok dengan hanya 15 menit menggunakan pesawat ke Sumbawa Barat.

"Butuh semangat Indonesia Incorporated, Menteri Perhubungan sebagai pengambil kebijakan, Angkasa Pura lakukan kajian, pemerintah Sumbawa Barat proses pengerjaan dan Kementerian Pariwisata bagian promosi dan garap even pariwisatanya. Ayo, kita bisa," kata Arief menambahkan.

Comments

Popular posts from this blog

Asal Mula Batu Balo

Batu Balo adalah cerita rakyat yang berkembang di tengah masyarakat Desa Empang Bawa, Kecamatan Empang, Sumbawa. Pada zaman dulu tersebutlah seorang raja bernama Raja Kepe. Raja Kepe memiliki seorang putri yang sangat cantik bernama Dara Belang. Tibalah suatu hari, sang raja memiliki keinginan yang sangat kuat untuk menikahkan putrinya dengan seorang raja asal negeri Garegat bernama Balo Kuntung. Hal ini dilakukan karena Raja Kepe telah memiliki hubungan yang sangat baik dengan keluarga Balo Kuntung tersebut. Mengetahui hal itu, Dara Belang sangat senang, dia akan mengakhiri masa mudanya karena akan segera dipersunting oleh Balo Kuntung yang telah diketahuinya memiliki rupa yang sangat tampan dan tubuh perkasa. Dara Belang pun tidak sabar menunggu hari baik dalam hidupnya itu. Hingga suatu hari, tersiar kabar bahwa Balo Kuntung dan keluarga besarnya akan mengunjungi keluarga Raja Kepe. Tibalah hari yang dinantikan kedua pihak keluarga, Balo Kuntung beserta rombonganpun segera berla...

Labaong Bukit Timbunan Tulang, Cerita Rakyat Dalam Sebuah Buku

Judul: Labaong Bukit Timbunan Tulang Pengarang: Soedjono Masdi Samidjo Tebal Buku: 93 Halaman Buku karya Soedjono Masdi ini menceritakan tentang legenda tentang seorang Puteri Raja yang terbuang menjadi tutur pinutur dari generasi ke generasi. Konon di sebuah bukit ia dikucilkan karena tubuhnya menjijikan. Sang puteri itu menyatu dengan bukit itu. La Gawa  adalah seorang yang disegani di wilayahnya (Sumbawa), dia juga pemimpin bajak laut Bintang Tiga. Para Kolonial sangat benci dengannya, begitupula dengan mertua La Gawa sendiri (Rangga). La Gawa tidak pernah mematuhi perintah yang diberikan oleh mertuanya karena ia tahu bahwa mertuanya hanya mengingikan jabatan tinggi di kerajaan. Suatu hari La Gawa diusir oleh mertuanya karena ia tanpa sengaja telah memukuli istrinya sendiri. La Gawa pun menggembara tanpa seorng istri di sampingnya (Lala Bueng).  La Gawa bertekad akan berkorban demi rakyat serta wilayah tempat tinggal istrinya. La Gawa dating ke Port Roterdam di Makasar untu...

Sepintas Mengenai Sejarah dan Asal-Usul Suku Samawa

  Nampak Jelas Keseharian Suku Sumbawa (Sumber Foto: Adventours Sumbawa) Suku Sumbawa atau Tau Samawa, adalah suku yang terdapat di bagian barat pulau Sumbawa di provinsi Nusa Tenggara Barat Indonesia. Populasi suku Sumbawa adalah sebesar 500.000 orang. Suku Sumbawa tersebar di dua kabupaten, yaitu kabupaten Sumbawa dan kabupaten Sumbawa Barat yang meliputi kecamatan Empang di ujung timur hingga kecamatan Taliwang dan Sekongkang yang berada di ujung barat dan selatan pulau, termasuk 38 pulau kecil di sekitarnya. Suku Sumbawa sendiri, selama beberapa abad ini mengalami percampuran dengan etnis pendatang, seperti etnis dari jawa, sumatra, sulawesi, kalimantan dan cina serta arab. Suku Sumbawa yang telah bercampur dengan etnis lain ini, biasanya bermukim di dataran rendah dan daerah-daerah pesisir. Sedangkan suku Sumbawa yang masih asli menempati dataran tinggi pegunungan seperti Tepal, Dodo dan Labangkar. Suku Sumbawa berbicara dalam bahasa Sumbawa. Bahasa Sumbawa menjadi bahasa pers...