Skip to main content

Posts

Showing posts from October, 2016

Sepintas Mengenai Rumah Panggung Suku Sumbawa

Ilustrasi Rumah Panggung (foto: Rafif Amir) Penduduk Sumbawa bersifat Egaliter, mereka terbuka menerima siapapun yang datang. Ada suku Sasak dari Lombok, suku Bima, dan juga kaum pendatang dari Bali,Mandar, Jawa dan sebagainya. Namun satu yang unik ketika sejenak memandangi Sumbawa. hal yang unik tersebut bisa dilihat dari bentuk masing-masing rumah masyarakat Sumbawa pada umumnya. Jika kita memandang dengan seksama, rumah dari penduduk Sumbawa atau suku Samawa pada umumnya masih berbentuk rumah panggung atau rumah yang berbahan dasar dari kayu. Bagaimanakah sisik melik rumah panggung ini? yuk kita baca sejenak. Sejarah Rumah Panggung  Menurut cerita yang berkembang dari berbagai sumber, pada awalnya rumah panggung tersebut dibangun karena masyarakat setempat umumnya hidup dan bertempat tinggal di sekitar pantai. Sehingga untuk menghindari gelombang air laut, dibutuhkan rumah tempat tinggal yang lantai dasarnya tidak langsung menempel ke tanah. Bentuk Rumah Panggung Rumah panggung disi

Sejarah Hubungan Kesultanan Sumbawa Dengan Kesultanan Banjar

Sejarah Hubungan Kesultanan Sumbawa Dengan Kesultanan Banjar (foto:Google) Sejak masa kerajaan dahulu atau sekitar abad ke-17, penduduk yang mendiami suatu daerah telah berbaur dengan daerah lain. Bugis, Makassar, Bali, Lombok dan sebagainya. Oleh karena itu tidak asing bagi suatu daerah termasuk di Sumbawa, kita telah mengenal berbagai suku yang ada di dalamnya. Termasuk di antarnaya Banjar. Tapi apakah suku ini memiliki hubungan dengan suku Sumbawa? tentu membutuhkan penalaran sejarah untuk mengungkapnya. Berikut beberapa catatan kecil tentang hubungan kesultanan Sumbawa dengan kesultanan Banjar. Periode Pertama Menurut hikayat Banjar dan Kotawaringin, pada masa pemerintahan sultan Banjar, sultan Rakyatullah (1660-1663) sempat menjalin hubungan bilateral dengan kerajaan Selaparang melalui ikatan perkawinan Raden Subangsa (Raden Marabut) bin pangeran Martasinga keturunan sultan Hidayatullah I bin sultan Rahmatullah yang menikah dengan Mas Surabaya puteri Selaparang. Hasil perkawinan t

Makna Keris Bagi Masyarakat Sumbawa

Keris Bugis Sumbawa (foto:Keris Indonesia) Di Jawa keris disebut juga Dhuwung atau Curiga; di Minangkabau disebut Kerieh; di Lampung disebut Terapang; atau Punduk; di Sulawesi disebut Sale atau Kreh; di Bali disebut Kedutan; di Nusa Tenggara Barat disebut Keris (Lombok) dan Sampiri (Bima). Sedangkan di luar Indonesia, seperti di Filipina keris dinamakan Sundang, dalam bahasa Inggris disebut Creese, yaitu serapan dari keris (bahasa Indonesia). Kata keris pertamakali ditemukan pada Prasasti Karang Tengah yang terbuat dari perunggu dari Karang Tengah, Magelang yang berangka tahun 748 Caka (824 Masehi), serta Prasasti Poh dari Jawa Tengah yang berangka tahun 829 Caka (907 masehi). Sejarah Keris di Sumbawa Pada Masa Majapahit (abad XIV) keris telah mencapai masa puncaknya, kemudian menyebar ke wilayah kekuasaannya antara lain: Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, Bali, Lombok, Sumbawa (Dompu, Bima, Taliwang), termasuk juga Malaysia, Brunei, Filipina, Kamboja, dan Thailand. Gaya keris Sum

Belajar Tidak Sombong Dari Kisah Hidup Lala Sri Menanti

Ai Mangkung adalah nama air sungai yang terdapat di daerah Sumbawa, Nusa Tenggara Barat, Indonesia. Menurut cerita turun-temurun masyarakat setempat, jika air Ai Mangkung tersebut diminum oleh penduduk Desa Tarusa, selain terasa sepat, juga dapat menimbulkan penyakit. Dahulu kala, di sebuah bukit dekat Olat Pamanto Asu`, Sumbawa, terdapat sebuah desa yang tenteram bernama Jompang. Desa tersebut dipimpin oleh seorang datu atau kepala desa yang bernama Datu Palowe`. Ia mempunyai dua orang anak, yaitu seorang anak laki-laki bernama Lalu Wanru, dan seorang anak perempuan bernama Lala Sri Menanti. Keduanya telah beranjak dewasa. Lala Sri Menanti seorang gadis yang cantik nan rupawan. Karena kecantikannya, ia menjadi anak kesayangan Datu Palowe`. Segala keinginannya selalu dipenuhi oleh sang Ayah. Mulai dari pakaian yang bagus-bagus hingga berbagai perhiasan yang indah-indah. Tak heran, jika anting-anting, kalung, gelang tangan, hingga gelang kaki senantiasa menghiasi seluruh tubuhnya. Pada