Skip to main content

Posts

Showing posts from September, 2017

Surat Terbuka untuk Bupati Sumbawa

Penulis: Imron Fhatoni (Humas Forum Komunikasi Pemuda Pelajar dan Mahasiswa Sumbawa Mataram) BAPAK Bupati Sumbawa yang saya hormati. Saya adalah orang yang paling percaya bahwa bapak bupati sangat mencintai Sumbawa sebagaimana saya dan ribuan mahasiswa lain yang tengah menempuh pendidikan di Lombok. Perkenalkan pak, nama saya Imron Fhatoni. Saya adalah mahasiswa dari kecamatan Empang, jauh di pelosok timur Kabupaten Sumbawa. Saya mengenal bapak jauh sebelum bapak menjadi bupati. Dulu, bapak pernah berkantor di Mataram. Tepatnya, Jalan Udayana No. 11, Selaparang, Dasan Agung. Saat itu bapak masih menjabat sebagai legislator bersama wakil-wakil saya yang lain. Bapak mungkin tidak mengenal saya, sebab saya masih mahasiswa dan bapak sudah jadi tokoh publik yang kesohor. Kita juga tidak pernah berjumpa melalui forum-forum resmi, melainkan hanya sepintas saja. Saya berteriak di luar gedung, dan bapak di dalamnya. Ada kaca tebal yang memisahkan kita, sehingga wajar jika bapak tidak mengenali

Islam di Masa Kedinastian Cina

Masjid Huai Sheng di Guangzhou, Cina, salah satu masjid tertua di dunia, yang diyakini dibangun oleh Sa'd ibn Abi Waqqas, utusan Nabi Muhammad Saw.  Foto : wikimedia.org. Oleh Novi Basuki TULISAN-tulisan terdahulu Prof. Djamal al-Din Bai Shouyi (1909-2000), sejarawan muslim Hui terkemuka, yang terangkum dalam buku Zhongguo Yisilan Shi Cun Gao (Naskah Sejarah Islam di Cina, 1983), menyuguhkan sejarah penyebaran dan perkembangan Islam di Cina masa kedinastian dengan runut serta mudah dicerna. Menurut Bai, hubungan Cina dengan Arab sudah terjalin, setidaknya, 500 tahun sebelum Islam terbentuk. Kala itu, kabar tentang adanya suatu negeri bernama Tiaozhi telah didengar Zhang Qian, duta Kaisar Wu (141-87 SM) Dinasti Han, saat menjalankan misi diplomatiknya ke Wilayah Barat (Xiyu). Namun, Tiaozhi baru berhasil dikunjungi Gan Ying, utusan Kaisar He (89-105) Dinasti Han pada tahun 97. Belakangan, Tiaozhi diketahui sebagai pelafalan Mandarin dari kota tua Antiochia di Mesopotamia. Selepas Di

Curhatan Fotografer yang Memotret Kuda Laut Sumbawa Bawa Cotton Bud

Foto by Justin Hofman Sumbawanesia - Justin Hofman tak menyangka foto yang diambilnya jadi viral. Ini kisah sang fotografer yang mengabadikan foto kuda laut bawa sampah cotton bud di laut Sumbawa. Kepada detikTravel, Justin Hofman (33) menceritakan kisah di balik diambilnya foto kuda laut dengan sampah cotton bud di ekornya. Saat mengambil foto ini, Justin ditemani oleh rekannya, yang bernama Richard White. "Saat itu kami sedang snorkeling, sementara orang-orang yang lain nonton balap kerbau. Kuda laut ini saya temukan di permukaaan. Saya hampir saja tidak bisa mengambil foto ini kalau tanpa bantuan teman saya yang bermata tajam, si Richard lah yang pertama kali melihat kuda laut ini," ungkap Justin eksklusif pada detikTravel, Jumat (15/9/2017). Justin mengaku, sampah-sampah di lautan sudah jadi pemandangan biasa di perairan Indonesia yang berarus kuat. Justin cukup yakin kalau sampah ini berasal dari pedesaan atau kota yang terdekat dari kawasan pantai. "Saya yakin, be

Runtuhnya Kejayaan Masa Lalu Maritim Bima

Wisatawan melintasi salah satu ruangan yang menyimpan diorama berbagai tokoh penjelajah dunia di Museum Bahari, Jakarta Utara. Dahulu, bangunan ini digunakan sebagai tempat penyimpanan dan pengemasan rempah-rempah oleh VOC. ( Yunaidi/National Geographic Traveler ) Memudarnya kejayaan maritim Bima di masa lalu merupakan potret kemunduran tradisi bahari Nusantara. Antropolog Bernice de Jong Boers (1994) menyebut, Bandar Bima, Nusa Tenggara Barat, pada masa lalu disinggahi kapal dari mancanegara. Kejayaan Kerajaan Bima di masa lalu (seperti kerajaan-kerajaan lain di Nusantara) ditopang oleh kemampuan memproduksi sumber daya berbasis pertanian dan hasil hutan—serta penguasaan laut sebagai jalur perdagangan. Adrian B Lapian (2008) menulis, Nusantara pada masa lalu adalah kerajaan-kerajaan kecil terpencar di pulau-pulau, dihubungkan aktivitas ekonomi dan kultural. Sewaktu-waktu, secara politis bergaubung dalam kesatuan lebih besar. Komunikasi, lalu lintas antarpulau terjadi karena wargany

Siapakah Lalu Ismail Dea Malela?

Lalu Ismail Dea Malela adalah seorang pejuang dan tokoh ulama kelahiran Gowa Makassar. Kiprah perjuangan dan dakwah beliau bermula dari kedatangannya ke Tanah Sumbawa pada usia yang masih muda, ketika itu beliau berusia sekitar 17 atau 18 tahun. Beliau datang bersama ayahnya Lalu Abdul Kadir Jaelani (Dea Koasa) dari Makassar ke Sumbawa dengan memakai sampan kayu dan mendarat di Labu Punti Sumbawa. Kedatangan beliau bersama sang ayah ke Tanah Sumbawa adalah dalam rangka mencari jejak sang paman yang bernama Lalu Aga Dea Tuan dengan tujuan mengajaknya untuk berjuang melawan penjajahan saat itu. Lalu Aga Dea Tuan adalah seorang ulama besar Tanah Sumbawa dan bertempat tinggal di sebuah dusun kecil bernama Pemangong. Di Pemangong lah kemudian Lalu Ismail bersama sang ayah tinggal dan berdakwah dalam waktu yang tidak lama sekitar satu sampai dua tahun. Setelah itu beliau berangkat ke Tanah Jawa tepatnya di Batavia, disana beliau bersama ayahnya berdakwah dalam rangka melawan penjajahan bersa

Menelusuri Qur’an Kuno Sumbawa

Halaman iluminasi awal mushaf, disalin oleh Muhammad bin Abdullah al-Jawi al-Bugisi, 1785. Untuk menuju Pulau Sumbawa, dari Jakarta, tidak ada penerbangan langsung. Pesawat mendarat di Mataram, dan perjalanan selanjutnya menggunakan angkutan travel, berupa minibus dengan 11 penumpang. Mobil yang saya tumpangi merapat di pelabuhan menuju Sumbawa tepat waktu, beberapa saat sebelum pintu feri ditutup. Langit masih menyisakan biru, sebelum pelan-pelan meredup jadi kemerahan. Para penumpang travel semua turun dari mobil, menyebar entah ke mana. Saya sempat meminta tolong kepada supir bahwa nanti saya dicarikan hotel di dekat “Istana Tua” – suatu istilah yang baru saya tahu tadi ketika mencari tiket travel. Istana Tua adalah sebutan untuk bekas istana kerajaan Sumbawa. Di feri, saya memilih tempat di tingkat atas, di bagian depan, agar bisa melihat pemandangan dengan leluasa. Saya kira perjalanan menyeberang ke Pulau Sumbawa hanya sebentar saja. Rupanya memakan waktu cukup lama, dua jam, hin

Sebanyak 16 Event Siap Meriahkan Festival Moyo 2017

Festival Pesona Moyo 2017 digelar sebulan penuh dari 10 September – 9 Okotober 2017, mendatang. Sedikitnya ada 16 event dalam gelaran tahunan pariwisata Pulau Sumbawa, Nusa Tenggara Barat (NTB) yang akan digelar oleh pemerintah setempat bekerjasama dengan Kementerian Pariwisata (Kemenpar). Kepala Dinas Pemuda Olahraga dan Pariwisata Sumbawa Junaidi menyatakan, acara yang dihelat diantaranya Kemah Bakti Pelaku Wisata dan Jelajah Wisata Pulau Moyo di Pulau Moyo. Kemudian event kecamatan seperti Rantok 1000 Deneng di Kecamatan Maronge dan Pentas Budaya Empang (Raja Kepe) di Kecamatan Empang. Selain kegiatan rutin lainnya, yang dimulai dari pembukaan Pesona Festival Moyo, Pawai Budaya, Ekspo UMKM, Temu Usaha, Main Jaran, Melala (1 Muharram 1439 H), Balap Sampan, Fishing Contest, Gebyar Pesta Jagung, Samawa 10 K, Barapan Kebo dan acara penutupan. ”Silahkan datang ke Sumbawa. Keindahan alam Pulau Moyo sudah terkenal hingga mancanegara. Lady Diana pernah singgah dan menikmati keindahan pulau

Mengejutkan! Bupati Lotim Siap Sediakan Satu Pulau Untuk Pengungsi Rohingya

Sumbawanesia - Bupati Lombok Timur (Lotim) H. Moch. Ali Bin Dachlan alias Amaq Asrul siap menyediakan satu pulau untuk warga-warga etnis Rohingya yang mengalami penindasan. Salah satu dari belasan pulau yang ada di wilayah administratif Kabupaten Lombok Timur NTB siap disediakan untuk para pengungsi. Pengungsi sehanyak 10 ribu pun siap diterima Lotim. "Ini alasan kemanusiaan. Masalah kemanusiaan itu bersifat universal," tegas Ali kepaada Suara NTB di Selong, Selasa (5/9/2017) lalu. Sebagai bangsa yang beradab, maka kedatangan para pengungsi yang sakit itu harus diterima dan diberikan pengobatan. Bupati Lotim siap bekerjasama dengan lembaga pengungsi dunia UNHCR terkait pengungsi Rohingya yang akan disediakan satu pulau di Lotim. Ali BD menuturkan, ia juga pernah punya pengalaman membantu pengungsi. Waktu itu sekitar tahun 1983. Ada pengungsi 1 kapal dari Vietinan tiba di pelabuhan Lembar. "Kita bantu waktu itu dengan memberikan bahan makanan," tuturnya. Sumber: Kor