Dalam sejarah dunia, pembunuhan politik telah menjadi salah satu cara penyingkiran seorang pemimpin politik dari kekuasaannya. Ada banyak sekali pemimpin politik di dunia, termasuk Presiden, yang menjadi korban pembunuhan politik.
Hanya saja, menurut kami, ada dua motif utama pembunuhan politik. Pertama, pembunuhan politik yang didorong oleh persaingan politik untuk merebut kekuasaan. Kedua, pembunuhan politik yang didorong oleh kepentingan negeri-negeri imperialis, khususnya AS, untuk menyingkirkan pemimpin progressif di berbagai belahan dunia.
berikut ini 10 pemimpin politik yang jadi korban pembunuhan politik.
1. Abraham Lincoln
Abraham Lincoln |
Abraham Lincoln adalah Presiden ke-16 Amerika Serikat. Ia berkuasa dari tahun 1861 hingga 1865. Pada tahun 1862, Ia menyampaikan Proklamasi Emansipasi, yang bertekad menghapuskan perbudakan di Amerika Serikat.
Namun, keinginan Lincoln tidak mulus. Ia harus berhadapan dengan kekuatan konservatif, terutama pemilik budak. Amerika pun terbelah dua: negara-negara bagian Utara (yang anti-perbudakan) dan Selatan (yang pro-perbudakan). Itu pula yang membuat Amerika terjerembab dalam perang sipil selama 4 tahun.
Di akhir masa jabatannya, Lincoln masih mendorong amandemen ke-13 Konstitusi AS untuk menghapuskan perbudakan. Dan proyek Lincoln itu berhasil. Sayang, keberhasilan Lincoln itu harus ditebus dengan nyawanya.
Pada 14 April 1865, saat sedang menyaksikan pertunjukan teater, Abraham Lincoln ditembak oleh oleh seorang pemain teater, John Wilkes Booth, yang disusupkan oleh kelompok pro-perbudakan. Lincoln tercatat sebagai Presiden pertama AS yang jadi korban pembunuhan.
2. Mahatma Gandhi
Mahatma Gandhi |
Mohandas Karamchand Gandhi, atau sering dipanggil Mahatma Gandhi, adalah bapak pembebasan India. Selama beberapa dekade, Gandhi memimpin gerakan kemerdekaan India untuk lepas dari kolonialisme Inggris.
Gandhi adalah lulus sekolah hukum di Inggris. Ia kemudian mengawali karirnya sebagai pengacara di Afrika Selatan, yang saat itu masih di bawah kolonialisme Inggris. Namun, di sana, Gandhi justru menerima perlakuan diskriminatif. Ia pernah diturunkan dari kereta api karena bersikeras duduk di kursi klas utama yang diperuntukkan untuk kalangan kulit putih.
Kembali ke India, ia memimpin gerakan kemerdekaan. Ia menggunakan metode non-kekerasan dan pembangkangan sipil/boikot. Gerakan ini disebut “Satyagraha” atau “Jalan Menuju Kebenaran”. Pada tahun 1920-an, ia memimpin gerakan boikot barang-barang Inggris dan menyerukan sikap non-koperasi (menolak kerjasama). Tahun 1930-an, ia memprotes pajak garam oleh Inggris melalui long-march sejauh 250 mil.
Pada tahun 1940-an, tuntutan kemerdekaan menguat. Saat itu, penguasa Inggris menangkap sejumlah tokoh pergerakan India, termasuk Gandhi. Ia dipenjara selama 2 tahun. Pasca perang dunia ke-II, Inggris mulai melunak dan menjanjikan kemerdekaan ke India. Namun, seperti biasa, Inggris menjalankan politik pecah belah: memaksa India menjadi dua negara dengan agama berbeda, yakni India (Hindu) dan Pakistan (Islam). Gandhi menolak proposal itu.
Taktik pecah-belah Inggris itu berhasil membawa India dalam pertumpahan darah antara Hindu dan Islam. Gandhi sendiri berusaha menyatukan Hindu dan Islam untuk bersatu membentuk bangsa India. Gagasan itu ditolak oleh Hindu garis keras.
30 Januari 1948, ketika sedang berdoa di halaman Birla House, New Delhi, Gandhi dibunuh oleh seorang pemuda Hindu garis keras. Pemuda itu bernama Nathuram Godse. Ia menembak Gandhi dengan pistol sebanyak tiga kali. Bapak nasional India itu tersungkur dan meninggal hanya setengah jam kemudian.
3. John F. Kennedy
John F. Kennedy |
John Fitzgerald “Jack” Kennedy, sering disingkat JFK, adalah Presiden ke-35 Amerika Serikat. Ia menjadi Presiden AS dari tahun 1961 hingga tahun 1963. Sebelum menjadi Presiden, ia adalah politisi dari Partai Demokrat.
Tak ada hal menonjol yang dilakukan Kennedy saat menjadi Presiden. Ia menjanjikan dana yang lebih besar untuk pendidikan, jaminan kesehatan bagi lansia, dan bantuan ekonomi untuk wilayah pedalaman.
Dalam politik luar negeri, kebijakan Kennedy tetap dalam konteks memerangi komunisme. Pada masanyalah invasi Teluk Babi, yakni serangan tiba-tiba AS terhadap Kuba, dilakukan.
Pada 22 November 1963, saat sedang melakukan lawatan ke negara bagian Texas, JF Kennedy ditembak oleh seseorang. Ia tertembak di atas mobil kepresidenan. Saat itu, pihak berwenang menetapkan Lee Harvey Oswald sebagai pelaku pembunuhan Kennedy. Namun, hingga kini, kontroversi mengenai pembunuhan Kennedy ini belum selesai.
4. Patrice Lumumba
Patrice Lumumba |
Dia dikenal sebagai bapak kemerdekaan Kongo. Ia lahir tahun 1925 di Provinsi Kasai, Kongo. Tahun 1944, ketika tinggal di Stanleyville, gerakan “évolués” (berkembang), yakni sekelompok pemuda berpendidikan Kongo yang dipersiapkan untuk “memberadabkan” negerinya—mirip dengan golongan etis di Indonesia di jaman kolonial.
Tahun 1957, Lumumba pindah ke Leopoldville—sekarang Kinshasa. Di kota inilah Lumumba menemukan kesadaran politiknya dan bergeser ke nasionalis-kiri.
Pada tahun 1959, Lumumba memimpin sebuah partai berhaluan pro-pembebasan nasional, Gerakan Nasional Congolais (MNC). Karena haluan politiknya yang radikal, MNC segera meraih dukungan luas dari rakyat Kongo. Pada bulan Maret 1959, keanggotaan MNC sudah mencapai 58.000 orang.
4 Januari 1959, terjadi represi brutal. Sebuah aksi demonstrasi ditumpas secara brutal oleh Force Publique (tentara Kongo)—mirip KNIL di Indonesia. Ratusan rakyat tewas. Peristiwa ini mengubah kesadaran rakyat Kongo untuk tidak percaya dengan janji manis kolonialis Belgia.
Perlawanan muncul di mana-mana. Lumumba sendiri ditangkap karena aktivitasnya berpidato keliling mengagitasi massa rakyat. Dia baru dibebaskan setelah dirinya dipanggil berunding di Brussel, Belgia, awal tahun 1960.
Pada bulan Mei 1960, diselenggarakan pemilu nasional. Partainya Lumumba, MNC, berhasil memenangi pemilu. Artinya, kehendak rakyat untuk merdeka tak terbendung lagi. Dan, pada 30 Juni 1960, Lumumba membacakan proklamasi kemerdekaan.
Sayang, kekuatan yang selama ini menghisap Kongo, yakni kolonialisme Belgia, imperialisme AS, dan elit-kaya Kongo, tak nyaman dengan kemerdekaan itu. Mereka kemudian bekerjasama dengan elit lokal bernama Moise Tshombe, pimpinan partai reaksioner Conakat yang pro-penjajahan.
Sejak itulah Kongo terjerumus dalam kekacauan. Imperalisme AS punya andil dalam menciptakan kekacauan. bulan September 1960, setelah melalui konspirasi elit sayap kanan, kolonialis Belgia, dan Imperialisme AS, Lumumba dipecat oleh parlemen dari jabatannya. Tindakan ini dilawan oleh rakyat.
Joseph Mobutu, bekas seperjuangannya, berkhianat dan membelot mendukung Belgia dan AS. Mobutu-lah yang menggulingkan pemerintahan Lumumba. Namun, Lumumba masih sempat melarikan diri dari tahanan rumah dan berkeinginan mengorganisasikan perlawanan.
Sayang, tanggal 1 Desember 1960, langkahnya terhenti. Ia ditangkap tentara pro-Mobutu. Lumumba dan dua kawannya dieksekusi tanggal 17 Januari 1961. Mayatnya dipotong-potong kemudian dibakar tanpa menyisakan bekas.
potong kemudian dibakar tanpa menyisakan bekas.
5. Salvador Allende
Salvador Allende |
Salvado Allende adalah Presiden ke-29 Chile. Ia menjadi Presiden dari tahun 1970 hingga 1973. Yang menarik, Allende adalah presiden berhaluan marxis pertama di Amerika Latin yang berhasil merebut kekuasaan melalui jalan parlemen.
Allende memenangkan pemilu pada September 1970 melalui kendaraan politiknya, Unidad Popular, dengan perolehan suara 37%. Unidad Popular sendiri merupakan gabungan Partai Sosialis, Partai Komunis, dan sejumlah kelompok radikal.
Semasa berkuasa, Allende melakukan sejumlah kebijakan progressif, seperti land-reform (reforma agraria), menaikkan upah buruh, dan menasionalisasi sejumlah aset strategis. Hampir 60% bank swasta beralih ke tangan kepemilikan publik.
Karena langkah-langkah progressif inilah, banyak kepentingan kapitalis, baik domestik maupun asing, yang terancam. Mereka pun—dengan sokongan AS—melancarkan upaya mendestabilisasi pemerintahan Salvador Allende.
Meski begitu, rakyat Chile tetap berpihak ke Allende. Pada 4 September 1973, sedikitnya 800.000 rakyat Chile bergerak ke Istana Moneda, Istana Kepresidenan Chile, untuk menyatakan dukungan terhadap pemerintahan Salvador Allende.
Rakyat saat itu meneriakkan: “Allende, Rakyat membelamu; memukul kaum reaksioner!” Saat itu, rakyat Chile meminta dipersenjatai untuk melawan ancaman sayap kanan, tetapi kurang direspon oleh pemerintahan Allende.
Sebaliknya, pada 11 September 1973, sayap kanan yang dikomandoi Augusto Pinochet melancarkan kudeta militer. Istana Moneda dikepung oleh tank dan dibombardir oleh pesawat tempur. Salvador Allende memilih tidak menyerah dan bersiap bertempur hingga akhir. Saat itu, ia turut menenteng senjata AK-47.
Beberapa versi menyebutkan, Allende melakukan bunuh diri dengan senjata AK-47 yang dipegangnya. Namun, melalui film dokumenter yang dibuatnya pada tahun 2004, Patricio Guzmán menyimpulkan bahwa Allende bunuh diri dengan pistol. Tetapi, kontroversi kematian Allende belum berakhir. Banyak rakyat Chile yang menyakini bahwa Allende dibunuh oleh militer pendukung Pinochet.
6. Amilcar Cabral
Amilcar Cabral |
Dia dikenal sebagai bapak kemerdekaan Guinea Bissau. Ia lahir di Bafata, Guinea, tanggal 12 September 1924. Ia sempat kuliah di Universitas Lisbon dan meraih gelar sarjana pertanian.
Setelah kembali ke negerinya, ia sempat menjadi ahli pertanian di administrasi kolonial. Namun, penderitaan rakyat telah mengubah jalan pikirannya. Ia pun mengorganisasikan perlawanan.
Tahun 1956, Ia membentuk Gerakan Pembebasan Rakyat Angola (MPLA). Pada tahun yang sama, ia juga mendirikan Partai Afrika untuk Kemerdekaan Guinea-Bissau dan Kepulauan Cape Verder (PAIGC).
Cabral kemudian memimpin perjuangan bersenjata gerilyawan PAIGC melawan kolonialisme Portugis. Tahun 1972, Cabral mulai membentuk Majelis Rakyat sebagai persiapan untuk kemerdekaan penuh. Sayang, ketika ia sedang bersiap menuju Kongres Nasional untuk mengesahkan UU dan deklarasi kemerdekaan, seorang agen Portugis menembaknya hingga mati. Itu terjadi tanggal 20 Januari 1973.
7. Thomas Sangkara
Thomas Sangkara |
Thomas Sangkara adalah bapak kemerdekaan Burkina Faso, negeri kecil di Afrika Barat. Dia lahir 21 Desember 1949 di Yako, Burkina Faso. Setelah tamat sekolah, ia menjadi anggota militer.
Ketika ia dikirim ke Madagaskar, ia menyaksikan pemberontakan rakyat di sana. Kejadian itu sangat mempengaruhinya. Ia pun mulai menggandrungi pemikiran Karl Marx dan Lenin. Ia membangun sel marxis di kalangan tentara.
Pada tanggal 4 Agustus 1983, Thomas Sangkara melakukan pemberontakan bersenjata. Dan berhasil. Begitu berkuasa, ia sangat ingin menjadikan Burkino Faso sebagai negeri merdeka, anti-kolonialisme, dan anti-imperialisme.
Meski ia anggota militer, tetapi Sangkara percaya pada kekuatan rakyat. Seruan pertamanya ketika berkuasa adalah pembentukan komite-komite revolusioner. Komite-komite inilah yang menjadi landasan bagi partisipasi rakyat dalam revolusi. Komite ini disebut “Komite Untuk Pertahanan Revolusi (CDR)”.
Ia juga mengobarkan perang terhadap korupsi. Ia juga memangkas gaji pejabat negara. Sebaliknya, kapten berusia 33 tahun ini menyerukan “hidup sederhana”. Ia menerima gaji sangat kecil, menolak fotonya di pasang di gedung-gedung, dan meminta tiket ekonomi untuk semua kunjungannya ke luar negeri.
Untuk keluar dari ketergantungan terhadap imperialis, Sangkara mendorong rakyatnya untuk berproduksi untuk memenuhi kebutuhannya. Dalam sebuah pertemuan, Kapten Sankara bertanya, “Di mana imperialisme itu?”. Lalu, ia menjawab sendiri, “Lihatlah piring anda ketika makan. Kau akan melihat jagung impor, beras, dan gandum. Inilah imperialisme.”
Tentu, imperialis tak senang dengan langkah-langkah Sangkara. Akhirnya, pada 15 Oktober 1987, Kapten Sankara dan 12 kawannya dibunuh oleh kekuatan kontra-revolusioner yang dipimpin oleh Blaise Compaore.
8. Benazir Bhutto
Benazir Bhutto |
Benazir Bhutto adalah politisi Pakistan yang memimpin Partai Rakyat Pakistan (PPP). Bhutto pernah dua kali menjadi Perdana Menteri Pakistan, yakni, yang pertama dari 1988-1990 dan kedua antara 1993-1996. Ia tercatat sebagai perempuan pertama yang memegang jabatan perdana menteri di Pakistan.
Bhutto sendiri adalah anak dari mantan Perdana Menteri Pakistan yang digulingkan oleh militer, Zulfikar Ali Bhutto. Zulfikar Ali Bhutto bahkan dihukum gantung oleh rezim militer.
Bhutto kemudian muncul dalam kancah politik Pakistan dengan memimpin partai bentukan ayahnya, PPP. Ia kemudian menjadi simbol perjuangan demokrasi melawan kediktatoran militer.
Pada tahun 1988, setelah berakhirnya kediktatoran, PPP memenangi pemilu. Bhutto pun diangkat menjadi Perdana Menteri. Namun, tak lama kemudian, tepatnya tahun 1990, Bhutto digulingkan karena tuduhan korupsi dan nepotisme.
Namun, ia kembali berkuasa tahun 1993. Namun, tiga tahun kemudian, yakni 1996, ia kembali digulingkan. Lagi-lagi karena tudingan skandal korupsi atas pemerintahannya. Sejak itu, selama hampir satu dekade, Bhutto diasingkan dari politik Pakistan.
Tahun 2007, Bhutto kembali ke Pakistan. Popularitasnya masih cukup kuat di kalangan pendukungnya. Akhirnya, ia kembali berniat untuk mencalonkan diri dalam pemilu 2008. Sayang, pada 27 Desember 2007, saat sedang melakukan kampanye di Rawalpindi, daerah dekat Ibu Kota Islamabad, sebuah serangan bom disertai rentetan tembakan mengakhiri perjalanan hidup Benazir Bhutto.
9. Juan José Torres
Juan Josè Tores |
Juan José Torres adalah Presiden ke-61 Bolivia. Ia memerintah tidak sampai setahun, yakni dari Oktober 1970 hingga Agustus 1971. Ia adalah seorang petinggi militer berfikiran progressif.
Torres berasal dari latar belakang keluarga miskin di Cochabamba. Pada tahun 1941, ia bergabung dengan militer. Sempat menjadi atase militer Bolivia di Brazil, duta besar di uruguay, dan Menteri perburuhan.
Pada tahun 1969, seorang militer reformis Alfredo Ovando melancarkan kudeta. Saat itu, Torres menjadi salah seorang tangan kanan Ovando. Torres berharap, Ovando melakukan reformasi lebih luas dan meninggalkan militer konservatif.
Pada tahun 1970, militer kanan melancarkan kontra-kudeta. Pertempuran terjadi di jalan-jalan. Saat itu, Ovando sudah memutuskan untuk mencari suaka di luar negeri. Dalam situasi itu, Torres justru berhasil memimpin militer kiri Bolivia untuk memenangkan pertempuran.
Toress pun melanjutkan kekuasaan Ovando. Begitu berkuasa, Torres mengambil sejumlah langkah revolusioner, seperti nasionalisasi sejumlah aset perusahaan AS dan mengusir Peace Corps (bentukan AS) keluar dari Bolivia. Torres juga berusaha mendekatkan Bolivia dengan Uni Soviet. Torres juga memangkas belanja militer untuk membiayai pendidikan.
Pada Juni 1971, pemerintahan Torres menyetujui pembentukan Majelis Kerakyatan (Asamblea Popular), yang dirancang sebagai “dual power” ala Lenin/Bolshevik di Rusia. Namun, kelompok sayap kanan juga merancang sebuah upaya untuk menggulingkan Torres.
Puncaknya, pada 21 Agustus 1971, militer sayap kanan yang dipimpin oleh Kolonel Hugo Banzer melancarkan kudeta. Torres pun akhinya diasingkan ke Buenos Aires, Argentina.
Namun, pada tahun 1976, militer Argentina di bawah Jorge Videla juga melancarkan kudeta. Begitu berkuasa, Videla terlibat dalam operasi condor untuk membasmi gerakan kiri di Amerika Latin. Dengan operasi condor ini pula, Torres ditembak mati oleh pasukan pembunuh suruhan Jorge Videla.
10. Anwar Sadat
Anwar Sadat |
Mohammad Anwar Al Sadat adalah Presiden ke-3 Mesir. Ia memerintah Mesir dari tahun 1970 hingga 1981. Karir Anwar Sadat dimulainya dengan menjadi anggota militer.
Di bawah pemerintahan Gamal Abdul Nasser, Anwar Sadat menempati sejumlah jabatan penting, seperti Menteri Negara (1954), Presiden Majelis Nasional (1960-1968), dan Wakil Presiden (1969).
Begitu Nasser wafat, Ia kemudian menjadi Presiden. Sadat memimpin Mesir hampir 11 tahun. Kebijakan Sadat yang paling kontroversial, terutama bagi pengikut Islam, adalah perjanjian damai dengan Israel.
Pada 6 Oktober 1981, saat menghadiri parade militer yang digelar di Kota Kairo, sekelompok militer memberondong Anwar Sadat. Ia sempat dilarikan ke rumah sakit, tetapi nyawanya tidak tertolong lagi. Anwar Sadat tewas di tangan militernya sendiri.
*****
Sebetulnya, di luar yang 10 di atas, masih banyak pemimpin politik dunia yang juga jadi korban pembunuhan politik. Diantaranya: Indira Gandhi (India), Liaquat Ali Khan (Pakistan), Zulfikar Ali Butho (Pakistan), Yasser Arafat (Palestina), Ziaur Rahman (Bangladesh), dan lain-lain.
Bahkan, kalau mau jujur, Presiden pertama Republik Indonesia Bung Karno juga merupakan korban pembunuhan rezim orde baru. Rezim Orde Baru membiarkan Bung Karno sakit dan mati pelan-pelan.
Sigit Budiarto
Comments
Post a Comment