Skip to main content

Pacuan Kuda Sumbawa


Pacuan Kuda Atau orang sumbawa menyebutnya  Main Jaran atau Male ini diadakan setiap tahun, lebih- lebih pada waktu perayaan hari Ulang Tahun Proklamasi RI. Hampir disetiap desa/Kecamatan melaksanakan permainan pacuan kuda ini.

Selain sudah menjadi tradisi, pacuan kuda dalam masyarakat Sumbawa juga bertujuan sebagai salah satu cara untuk memperbaiki peternakan kuda misalnya dengan memelihara dengan baik, pemberian makanan, dimandikan secara baik, teliti dan cermat.

Pada hari sebelum pacuan kuda dimulai, yaitu pada 3-4 hari sebelumnya, semua kuda yang ikut bertanding terutama favorit dari kecamatan-kecamatan, dikumpulkan untuk diukur tinggi dan usinya guna penetuan kelas dari kuda tersebut.

Sang Joki haruslah seorang anak kecil yang usianya tidak melebihi 10 tahun dan diatas 6 tahun.  Joki kecil yang memacu kuda tanpa alat pengaman yang lengkap ini memiliki keahlian dan pengalaman yang luar biasa. Biasanya juga mereka memiliki dua pecut yang dipakai untuk memacu kuda lari kencang. Lokasi/Arenat Pacuan kuda terdapat hampir di seluruh desa yang ada di Tanah Sumbawa, sirkuit ini dalam bahasa daerah Sumbawa dinamakan “KERATO”

Pacuan kuda biasanya berlangsung pada musim kemarau. Yaitu pada bulan Mei- Oktober.  Pacuan kuda berlangsung selama 3-4 hari tergantung dari banyaknya peserta yang ikut berpartisipasi.
Tidak hanya desa dikabupaten sumbawa main jaran ini biasanyajuga diadakan di kabupate Bima meskipun jaraknya agak cukup jauh kuda kuda pemilik masyarakat Kabupaten sumbawa juga ikut berpatisipasi dalam acara tersebut biasanya hadiah yang disediakan dari lemari, kulkas, televisi, bahkan sampai sepeda motor. Permainanini tentunya sangat berbahaya dan termasuk extrame karena bila Joki ( Pemacu Kuda ) terjatuh bisa bisa terinjak oleh kuda tersebut bahkan tidak jarang ada yang mengalami patah tulang dan sebagainya.

Oleh: Ensiklopedia Sumbawa

Comments

Post a Comment

Popular posts from this blog

Asal Mula Batu Balo

Batu Balo adalah cerita rakyat yang berkembang di tengah masyarakat Desa Empang Bawa, Kecamatan Empang, Sumbawa. Pada zaman dulu tersebutlah seorang raja bernama Raja Kepe. Raja Kepe memiliki seorang putri yang sangat cantik bernama Dara Belang. Tibalah suatu hari, sang raja memiliki keinginan yang sangat kuat untuk menikahkan putrinya dengan seorang raja asal negeri Garegat bernama Balo Kuntung. Hal ini dilakukan karena Raja Kepe telah memiliki hubungan yang sangat baik dengan keluarga Balo Kuntung tersebut. Mengetahui hal itu, Dara Belang sangat senang, dia akan mengakhiri masa mudanya karena akan segera dipersunting oleh Balo Kuntung yang telah diketahuinya memiliki rupa yang sangat tampan dan tubuh perkasa. Dara Belang pun tidak sabar menunggu hari baik dalam hidupnya itu. Hingga suatu hari, tersiar kabar bahwa Balo Kuntung dan keluarga besarnya akan mengunjungi keluarga Raja Kepe. Tibalah hari yang dinantikan kedua pihak keluarga, Balo Kuntung beserta rombonganpun segera berla...

Labaong Bukit Timbunan Tulang, Cerita Rakyat Dalam Sebuah Buku

Judul: Labaong Bukit Timbunan Tulang Pengarang: Soedjono Masdi Samidjo Tebal Buku: 93 Halaman Buku karya Soedjono Masdi ini menceritakan tentang legenda tentang seorang Puteri Raja yang terbuang menjadi tutur pinutur dari generasi ke generasi. Konon di sebuah bukit ia dikucilkan karena tubuhnya menjijikan. Sang puteri itu menyatu dengan bukit itu. La Gawa  adalah seorang yang disegani di wilayahnya (Sumbawa), dia juga pemimpin bajak laut Bintang Tiga. Para Kolonial sangat benci dengannya, begitupula dengan mertua La Gawa sendiri (Rangga). La Gawa tidak pernah mematuhi perintah yang diberikan oleh mertuanya karena ia tahu bahwa mertuanya hanya mengingikan jabatan tinggi di kerajaan. Suatu hari La Gawa diusir oleh mertuanya karena ia tanpa sengaja telah memukuli istrinya sendiri. La Gawa pun menggembara tanpa seorng istri di sampingnya (Lala Bueng).  La Gawa bertekad akan berkorban demi rakyat serta wilayah tempat tinggal istrinya. La Gawa dating ke Port Roterdam di Makasar untu...

Sejarah Perkembangan Lawas Sumbawa

Sumbawa (Samawa) mempunyai karya sastra lisan yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat sejak zaman dahulu, salah satunya dalam bentuk puisi lisan. Puisi lisan yang dikenal dengan nama lawas merupakan media komunikasi dan ekspresi bagi masyarakat pemiliknya. Lawas sebagai fenomena budaya merupakan cerminan dari nilai-nilai yang hidup pada masyarakat di zamannya, karena itu nilai budaya tersebut sangat bersifat kontekstual. Lawas sebagai salah satu bentuk sastra lisan dalam masyarakat Sumbawa (Samawa) merupakan fenomena kebudayaan yang akan tetap hadir di tengah-tengah masyarakatnya. Cerminan nilai budaya daerah telah digunakan dalam mengembangkan budaya nasional, sehingga menempatkan sastra lisan sebagai bagian dari kebudayaan nasional yang harus dilestarikan. Maka sudah sepantasnyalah mendapatkan perhatian dari semua pihak untuk menindaklanjuti semua itu dalam berbagai bentuk kegiatan. Lawas telah dimanfaatkan secara luas oleh masyarakatnya dalam berbagai...