Skip to main content

Labaong Bukit Timbunan Tulang, Cerita Rakyat Dalam Sebuah Buku



Judul: Labaong Bukit Timbunan Tulang
Pengarang: Soedjono Masdi Samidjo
Tebal Buku: 93 Halaman

Buku karya Soedjono Masdi ini menceritakan tentang legenda tentang seorang Puteri Raja yang terbuang menjadi tutur pinutur dari generasi ke generasi. Konon di sebuah bukit ia dikucilkan karena tubuhnya menjijikan. Sang puteri itu menyatu dengan bukit itu.

La Gawa  adalah seorang yang disegani di wilayahnya (Sumbawa), dia juga pemimpin bajak laut Bintang Tiga. Para Kolonial sangat benci dengannya, begitupula dengan mertua La Gawa sendiri (Rangga). La Gawa tidak pernah mematuhi perintah yang diberikan oleh mertuanya karena ia tahu bahwa mertuanya hanya mengingikan jabatan tinggi di kerajaan.

Suatu hari La Gawa diusir oleh mertuanya karena ia tanpa sengaja telah memukuli istrinya sendiri. La Gawa pun menggembara tanpa seorng istri di sampingnya (Lala Bueng).  La Gawa bertekad akan berkorban demi rakyat serta wilayah tempat tinggal istrinya.

La Gawa dating ke Port Roterdam di Makasar untuk menemui Tuan Holfner. La Gawa disambut dengan ramah oleh para colonial, ternyata Kolonial ingin berkerja sama dengan La Gawa untuk menaklukan Jepara. La Gawa menyetujuinya, tapi colonial harus memenuhi persyaratan yang diajukan oleh La Gawa. Persyaratan itu adalah La Gawa meminta agar colonial tidak mengganggu daerah Sumbawa tempat istrinya sekarang, perjanjian itu di sebut PERJANJIAN SATU PASAL.

Kolonial menyetujui, asalkan Raja Jepara bisa ditaklukan oleh La Gawa. La Gawa pun pergi ke Kerajaan Jepara. Di sana dia menyamar sebagai pedagang dari Makasar. Pertama La Gawa disambut dengan keramahan, tapi karena keegoisan sang raja, terjadilah pertumpuhan darah. Kejadian itu tidak diketahui oleh warga kerajaan di luar. Setelah itu, La Gawa pun kembali ke Makasar untuk menyampaikan kabar itu. Tuan Holfner merasa senang mendengarnya.

Disamping itu, istrinya Lala Bueng menunggu kedataangan La Gawa tapi tidak kunjung datang juga. Melihat itu, Rangga ayahnya, sangat bersimpati melihat anaknya itu. Meskipun telah banyak pangeran yang mempersunting Lala Bueng, tapi ia tetap setia menunggu kedatangan suaminya. Suatu hari Lala Bueng dilamar oleh raja muda, semula Lala Bueng tidak mau tapi setelah dipikirkan dan mendengar kabar bahwa suaminya telah meninggal, ia pun menerima lamaran pangeran muda.

Di hari pernikahannya, datanglah seorang panggeran Banjar. Pangeran itu bernama Andi pangeran. Andi pangeran semula kelihatan bingung dengan sekitar dan dia terpesona melihat pengantin yang bersanding dipelaminan. Melihat kebingungan pangeran itu, seorang pejabat istana mengajak bicara Andi pangeran. Andi Pangeran terkejut ketika mengetahui perempuan yang menikah itu adalah istri La Gawa.

Andi pangeran pun menceritakan apa yang sebenarnya terjadi kepada La Gawa. Pejabat istana itu pun kaget, semula ia tak percaya tapi setelah melihat kenyataan yang tengah terjadi di daerahnya sekarang, dia pun percaya. Andi pengeran pun bicara dengan jelas bahwa La Gawa tidak mati.

Berpuluh-puluh tahun lamanya, La Gawa pun pulang ke daerah istrinya(Sumbawa). La Gawa ragu untuk pulang, dia takut istrinya tidak dapat menerimanya lagi atau istrinya sudah menikah. La Gawa pun memutar balik perahunya. Di tengah laut ia bertemu dengan Andi pangeran. Semula Andi pangeran tidak mau meceritakan sebenarnya tentang keadaan istri La Gawa sekarang, tapi akhirnya dia pun bercerita. La Gawa keliataan kecewa mendengar cerita itu. Tapi dengan beser hati La Gawa pulang ke Sumbawa. Tidak ada yang mengenalnya, semua terlihat asing, lalu ia pun mencari rumah paman La Kohe.

La Gawa menceritakan semua yang terjadi dan memperlihatkan piagam yang diberikan colonial untuknya. Dia tidak punya niat untuk merebut istrinya kembali, tapi dia ingin istrinya tahu sendiri bahwa dia belum mati. La Gawa pun menyelinap di istana dan ia melihat seorang perempuan cantik yang sedang tertawa. Perempuan itu adalah istrinya. La Gawa pun bersiul dan menyelipkan rokok lontar berikat berbentuk capung. Lala Bueng kaget, dia panik. Para warga istana pun panik dan segera mencari La Gawa.

Suatu hari Lala Bueng jatuh sakit. Penyakit yang dideritanya adalah gatal-gatal. Bercah berisi nanah memenuhi sekujur tubuhnya. Tabib tenama tidak mampu menyembuhkannya. Pada malam hari Lala bueng pun dibawa lari keluar istana di suatu tempat. Lala bueng melarang pengawal untuk member tahukan kepada semua orang dimana dia berada. Selain itu Lala Bueng pun berkata, suatu saat nanti orang akan mencariku. Sedangkan dilain pihak, Rangga ayahnya Lala Bueng gila. Dia menyesal telah menyia-nyiakan kata-kata menantunya.

Comments

Post a Comment

Popular posts from this blog

Sejarah Perkembangan Lawas Sumbawa

Sumbawa (Samawa) mempunyai karya sastra lisan yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat sejak zaman dahulu, salah satunya dalam bentuk puisi lisan. Puisi lisan yang dikenal dengan nama lawas merupakan media komunikasi dan ekspresi bagi masyarakat pemiliknya. Lawas sebagai fenomena budaya merupakan cerminan dari nilai-nilai yang hidup pada masyarakat di zamannya, karena itu nilai budaya tersebut sangat bersifat kontekstual. Lawas sebagai salah satu bentuk sastra lisan dalam masyarakat Sumbawa (Samawa) merupakan fenomena kebudayaan yang akan tetap hadir di tengah-tengah masyarakatnya. Cerminan nilai budaya daerah telah digunakan dalam mengembangkan budaya nasional, sehingga menempatkan sastra lisan sebagai bagian dari kebudayaan nasional yang harus dilestarikan. Maka sudah sepantasnyalah mendapatkan perhatian dari semua pihak untuk menindaklanjuti semua itu dalam berbagai bentuk kegiatan. Lawas telah dimanfaatkan secara luas oleh masyarakatnya dalam berbagai...

Teluk Saleh Sumbawa, Rumahnya Pulau-Pulau Indah

Teluk Saleh, Pantai, pasir putih, lautan biru dan keragaman biota laut, merupakan suguhan menarik bagi para pecinta wisata bahari. Ada banyak lokasi menarik untuk menikmati kekayaan alam tersebut, begitupun apabila anda sedang berada di Pulau Sumbawa. Salah satu lokasi menarik untuk anda kunjungi ketika berlibur ke Pulau Sumbawa adalah Teluk Saleh yang memiliki keragaman dan kekayaan alam mengaggumkan. Nama Saleh dari teluk ini adalah nama yang hingga kini tak dikenal asal usulnya, tidak terdapat dalam catatan sejarah, baik catatan kuno maupun modern. Dalam beberapa Atlas lama, nama Teluk Saleh disebut “ Sallee”. Tapi yang jelas nama Saleh bukanlah nama raja-raja yang pernah berkuasa di pulau Sumbawa. Bukan pula nama seorang tokoh terkenal di Sumbawa. Jadi nama Saleh dari teluk ini masih merupakan sebuah misteri. Dalam bentangan luas laut birunya yang berkilau, teluk ini dihiasai oleh pulau-pulau cantik tak bertuan. Ada beberapa diantaranya yang dihuni oleh suku Bajo dan Bugis yang ber...

Sejarah Hubungan Kesultanan Sumbawa Dengan Kesultanan Banjar

Sejarah Hubungan Kesultanan Sumbawa Dengan Kesultanan Banjar (foto:Google) Sejak masa kerajaan dahulu atau sekitar abad ke-17, penduduk yang mendiami suatu daerah telah berbaur dengan daerah lain. Bugis, Makassar, Bali, Lombok dan sebagainya. Oleh karena itu tidak asing bagi suatu daerah termasuk di Sumbawa, kita telah mengenal berbagai suku yang ada di dalamnya. Termasuk di antarnaya Banjar. Tapi apakah suku ini memiliki hubungan dengan suku Sumbawa? tentu membutuhkan penalaran sejarah untuk mengungkapnya. Berikut beberapa catatan kecil tentang hubungan kesultanan Sumbawa dengan kesultanan Banjar. Periode Pertama Menurut hikayat Banjar dan Kotawaringin, pada masa pemerintahan sultan Banjar, sultan Rakyatullah (1660-1663) sempat menjalin hubungan bilateral dengan kerajaan Selaparang melalui ikatan perkawinan Raden Subangsa (Raden Marabut) bin pangeran Martasinga keturunan sultan Hidayatullah I bin sultan Rahmatullah yang menikah dengan Mas Surabaya puteri Selaparang. Hasil perkawinan t...