Skip to main content

Memangkas Jejaring Rentenir di Pedesaan


 Buku Badan Usaha Milik Desa

Oleh: Julmansyah

Belajar dari banyak pengalaman program pemerintah pusat maupun daerah terkait dengan dana bergulir, Lembaga Keuangan MIkro (Koperasi) serta Koperasi, maka perlu langkah trobosan agar bantuan keuangan di masyarakat tetap sasaran dan berkelanjutan. Pengalaman program NTAADP (Nusa Tenggara Agricultural Area Deevelopment Project) dengan pembiayaan World Bank (bank dunia) di Sumbawa membuat buku ini hadir.

Upaya revitalisasi segala bentuk kegiatan yang mengelola dana bergulir, dana bantuan sosial (bansos) tidak lain agar masyarakat memiliki kesempatan dan kemudahan pada pembiayaan keuangan (acces to finance). Mengingat banyak akses kredit perbankan yang ditawarkan kerap "elitis" bahkan menerapkan bunga komersial pada pelaku UKM di pedesaan. Ditambah dengan birokrasi dan administrasi perbankan yang masih sulit dipenuhi oleh masyarakat miskin maupun usaha masyarakat yang sedang tumbuh. Membuat para pelaku usaha bankable dan feaseable sesuatu yang harus dipenuhi, akan tetapi harus melalui tahapan agar masyarakat pedesaan/miskin tidak malah jatuh dalam kubangan hutan. Untuk itu dibutuhkan pola koordinasi pelembagaan lembaga keuangan mikro sebagai alternatif kases keuangan masyarakat miskin. Grameen Bank di Bangladesh sudah membuktikan bahwa masyarakat miskin memiliki kekuatan dan caranya sendiri untuk mandiri.


Fenomena selesai program dari Pusat selesai dan tidak berkesinambungan apa yang telah diinvestasikan di masyarakat, patuh menjadi perhatian para pengurus kebijakan. Hal tersebut juga akan saksikan pada program PIDRA yang dibiayai IFAT. PIDRA (Program Participatory Integrated Development in Rainfed Area), merupakan program lahan kering di Kab. Sumbawa sejak 2003 sampai 2009.

Buku BADAN USAHA MILIK DESA, Perjalanan dan Pengalaman BUMDes LKM Alternatif Akses Keuangan Masyarakat Perdesaan di Kab. Sumbawa, mencoba memberikan jalan lain terhadap fenomena yang dijelaskan pada paragraf sebelumnya. Buku ini berisi pengalaman 10 BUMDes LKM di 10 desa di Kab. Sumbawa yang selama 3 tahun ini menunjukkan laporan keuangan yang sehat. Bahkan telah memberikan PADes (Pendapatan Asli Desa) yang berarti di 10 desa. Desa tersebut yakni, Desa Lab. Jambu (Tarano), Muer (Plampang), Maronge (Maronge), Olat Rawa dan Berare (Moyo Hilir), Sabedo (Utan), Lenangguar dan Tatebal (Lenangguar), Sukamaju (Lunyuk). Kelembagaan keuangan ini berpotensi menjadi semacam "Bank Masyarakat Desa". Bahkan di Kec. Lunyuk, akibat beroperasinya BUMDes LKM, keberadaan LKP tidak meningkat statusnya menjadi BPR LKP, akibat dari nasabah potensialnya tidak berlaih dari BUMDes LKM Sukamaju.

Dengan bunga yang jauh dari besaran bunga bank komersial, BUMDes LKM menjadi teman masyarakat desa dan terhindar dari renetenis yang hadir ketika menjelang musim panen dan musim tanam. Kehadiran BUMDes sangat bermanfaat bagi mayoritas petani di desa-desa yang memiliki BUMDes LKM.

Buku ini dilengjapi dengan seperangakt peraturan disemua level sebagai pra syarat BUMDes yang sehat. disamping itu, buku ini juga menggambarkan profil masing-masing BUMDes LKM sehingga pembaca akan dimudahkan untuk mempelajari. Sekalipun buku dengan tebal 232 halaman tetap informatif.

Hal ini kontradiktif dengan BUMDes GERBANG MAS yang diinisiatifi oleh Pemerintah Provinsi NTB sejak 2008 lalu. Keberadaan BUMDes GERBANG MAS khususnya di Sumbawa berpotensi kollpas bahkan menjadi cerita kelam yang mengikuti banyak cerita gagalnya kelembagaan koperasi di pedesaan.

Semoga buku ini memberikan inspirasi baru ditengah euforia penanggulangan kemiskinan disemua level pemerintahan.

Comments

Popular posts from this blog

Asal Mula Batu Balo

Batu Balo adalah cerita rakyat yang berkembang di tengah masyarakat Desa Empang Bawa, Kecamatan Empang, Sumbawa. Pada zaman dulu tersebutlah seorang raja bernama Raja Kepe. Raja Kepe memiliki seorang putri yang sangat cantik bernama Dara Belang. Tibalah suatu hari, sang raja memiliki keinginan yang sangat kuat untuk menikahkan putrinya dengan seorang raja asal negeri Garegat bernama Balo Kuntung. Hal ini dilakukan karena Raja Kepe telah memiliki hubungan yang sangat baik dengan keluarga Balo Kuntung tersebut. Mengetahui hal itu, Dara Belang sangat senang, dia akan mengakhiri masa mudanya karena akan segera dipersunting oleh Balo Kuntung yang telah diketahuinya memiliki rupa yang sangat tampan dan tubuh perkasa. Dara Belang pun tidak sabar menunggu hari baik dalam hidupnya itu. Hingga suatu hari, tersiar kabar bahwa Balo Kuntung dan keluarga besarnya akan mengunjungi keluarga Raja Kepe. Tibalah hari yang dinantikan kedua pihak keluarga, Balo Kuntung beserta rombonganpun segera berla...

Labaong Bukit Timbunan Tulang, Cerita Rakyat Dalam Sebuah Buku

Judul: Labaong Bukit Timbunan Tulang Pengarang: Soedjono Masdi Samidjo Tebal Buku: 93 Halaman Buku karya Soedjono Masdi ini menceritakan tentang legenda tentang seorang Puteri Raja yang terbuang menjadi tutur pinutur dari generasi ke generasi. Konon di sebuah bukit ia dikucilkan karena tubuhnya menjijikan. Sang puteri itu menyatu dengan bukit itu. La Gawa  adalah seorang yang disegani di wilayahnya (Sumbawa), dia juga pemimpin bajak laut Bintang Tiga. Para Kolonial sangat benci dengannya, begitupula dengan mertua La Gawa sendiri (Rangga). La Gawa tidak pernah mematuhi perintah yang diberikan oleh mertuanya karena ia tahu bahwa mertuanya hanya mengingikan jabatan tinggi di kerajaan. Suatu hari La Gawa diusir oleh mertuanya karena ia tanpa sengaja telah memukuli istrinya sendiri. La Gawa pun menggembara tanpa seorng istri di sampingnya (Lala Bueng).  La Gawa bertekad akan berkorban demi rakyat serta wilayah tempat tinggal istrinya. La Gawa dating ke Port Roterdam di Makasar untu...

Sejarah Perkembangan Lawas Sumbawa

Sumbawa (Samawa) mempunyai karya sastra lisan yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat sejak zaman dahulu, salah satunya dalam bentuk puisi lisan. Puisi lisan yang dikenal dengan nama lawas merupakan media komunikasi dan ekspresi bagi masyarakat pemiliknya. Lawas sebagai fenomena budaya merupakan cerminan dari nilai-nilai yang hidup pada masyarakat di zamannya, karena itu nilai budaya tersebut sangat bersifat kontekstual. Lawas sebagai salah satu bentuk sastra lisan dalam masyarakat Sumbawa (Samawa) merupakan fenomena kebudayaan yang akan tetap hadir di tengah-tengah masyarakatnya. Cerminan nilai budaya daerah telah digunakan dalam mengembangkan budaya nasional, sehingga menempatkan sastra lisan sebagai bagian dari kebudayaan nasional yang harus dilestarikan. Maka sudah sepantasnyalah mendapatkan perhatian dari semua pihak untuk menindaklanjuti semua itu dalam berbagai bentuk kegiatan. Lawas telah dimanfaatkan secara luas oleh masyarakatnya dalam berbagai...