Skip to main content

Menengok Keberadaan Suku Cek Bocek Sumbawa


Berikut adalah potret suku Cek Bocek yang mendiami wilayah Selatan Pulau Sumbawa

Suku Cek Bocek atau suku Cek Bocek Selesek Reen Sury, juga disebut sebagai suku Berco, adalah salah satu suku yang terdapat di pulau Sumbawa provinsi Nusa Tenggara Barat. Suku Cek Bocek merupakan penduduk asli pulau Sumbawa, yang mendiami bagian selatan pulau Sumbawa. Suatu hal yang aneh di pulau Sumbawa, adalah pemerintah daerah Sumbawa sendiri tidak mengakui keberadaan suku Cek Bocek.

Dikatakan bahwa suku Cek Bocek itu tidak ada, alias keberadaan suku Cek Bocek ini tidak diakui oleh pemerintah daerah Sumbawa. Bahkan dikatakan bahwa suku Cek Bocek ini bukanlah suku asli pulau Sumbawa. Padahal suku Cek Bocek merupakan penduduk asli dan suku tua yang mendiami pulau Sumbawa bagian selatan, tepatnya merupakan penduduk asli kawasan hutan Dodo di wilayah Kecamatan Ropang.

Mereka mengatakan bahwa daerah Dodo, pada masa dahulu adalah tempat pemukiman suku Cek Bocek, yang ditandai dengan adanya beberapa kuburan leluhur suku Cek Bocek. Direktur Hukum dan HAM Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN), Erasmus Cahyadi mengatakan, bahwa suku Cek Bocek (suku Berco) telah ada di Sumbawa sejak abad ke-16. Mereka turun temurun hidup di atas tanah di kawasan Ropang Sumbawa Selatan.

Suku Cek Bocek sangat menjaga alam dan hutan sekitar pemukiman mereka, meskipun sudah berabad-abad mereka hidup berdampingan dengan alam dan hutan sekitarnya. Secara keseluruhan alam dan hutan dikelola oleh komunitas, baik untuk penyangga keseimbangan lingkungan dan ekosistem, juga untuk sumber kehidupan sehari-hari dari hasil berburu, mencari madu dan membuat gula aren (jalit). Menurut mereka, pemerintah harus mengakui tanah ulayat/ wilayah adat seluas 28.975.74 hektare yang merupakan titipan leluhur, dan harus dilestarikan, dikelola untuk masa kini dan masa yang akan datang.


Mereka juga menuntut negara mengakui keberadaan kami sesuai pasal 18b ayat 2 dan 28i ayat 1 UUD 1945. Pemerintah Indonesia untuk segera menghapuskan/revisi UU sektoral yang mengancam eksistensi wilayah adat kami, seperti UU Nomor 41/1999, Tentang Kehutanan. "Pemerintah Indonesia segera membuat Undang-undang tentang Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Adat", kata mereka.

Sebesar 96% dari sekitar 25.000 hektare wilayah adat suku itu masih merupakan vegetasi hutan. Dengan demikian upaya pengembangan wilayah dapat mencapai tujuan untuk memberi kesejahteraan komunitas masyarakat adat tanpa harus mengorbankan kualitas lingkungan hidup. Namun kini muncul ancaman besar yang tengah mengintai.

Pertambangan skala besar di wilayah adat Cek Bocek akan mengancam keseimbangan lingkungan, ekosistem dan sosial-budaya. Mereka menolak keras rencana eksplorasi dan eksploitasi sumber daya alam di wilayah adat mereka sebelum ada persetujuan dan kesepahaman yang jelas tentang bentuk pengelolaannya.

Jika rencana ini tetap diteruskan, mereka yakin akan terjadi pelanggaran berat HAM. Selain itu pihak pemerintah daerah harus menghormati dan menghargai warisan leluhur hak-hak masyarakat adat. Suku Cek Bocek pada umumnya bertahan hidup dalam bidang pertanian.

Padi menjadi tanaman utama mereka di lahan-lahan basah, yaitu sawah. Selain itu mereka juga memiliki ladang dan kebun yang ditanami berbagai jenis tanaman untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka. Kegiatan lain adalah memelihara beberapa hewan ternak untuk menambah penghasilan mereka.

Sumber: Wikipedia

Comments

Popular posts from this blog

Sejarah Perkembangan Lawas Sumbawa

Sumbawa (Samawa) mempunyai karya sastra lisan yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat sejak zaman dahulu, salah satunya dalam bentuk puisi lisan. Puisi lisan yang dikenal dengan nama lawas merupakan media komunikasi dan ekspresi bagi masyarakat pemiliknya. Lawas sebagai fenomena budaya merupakan cerminan dari nilai-nilai yang hidup pada masyarakat di zamannya, karena itu nilai budaya tersebut sangat bersifat kontekstual. Lawas sebagai salah satu bentuk sastra lisan dalam masyarakat Sumbawa (Samawa) merupakan fenomena kebudayaan yang akan tetap hadir di tengah-tengah masyarakatnya. Cerminan nilai budaya daerah telah digunakan dalam mengembangkan budaya nasional, sehingga menempatkan sastra lisan sebagai bagian dari kebudayaan nasional yang harus dilestarikan. Maka sudah sepantasnyalah mendapatkan perhatian dari semua pihak untuk menindaklanjuti semua itu dalam berbagai bentuk kegiatan. Lawas telah dimanfaatkan secara luas oleh masyarakatnya dalam berbagai...

Teluk Saleh Sumbawa, Rumahnya Pulau-Pulau Indah

Teluk Saleh, Pantai, pasir putih, lautan biru dan keragaman biota laut, merupakan suguhan menarik bagi para pecinta wisata bahari. Ada banyak lokasi menarik untuk menikmati kekayaan alam tersebut, begitupun apabila anda sedang berada di Pulau Sumbawa. Salah satu lokasi menarik untuk anda kunjungi ketika berlibur ke Pulau Sumbawa adalah Teluk Saleh yang memiliki keragaman dan kekayaan alam mengaggumkan. Nama Saleh dari teluk ini adalah nama yang hingga kini tak dikenal asal usulnya, tidak terdapat dalam catatan sejarah, baik catatan kuno maupun modern. Dalam beberapa Atlas lama, nama Teluk Saleh disebut “ Sallee”. Tapi yang jelas nama Saleh bukanlah nama raja-raja yang pernah berkuasa di pulau Sumbawa. Bukan pula nama seorang tokoh terkenal di Sumbawa. Jadi nama Saleh dari teluk ini masih merupakan sebuah misteri. Dalam bentangan luas laut birunya yang berkilau, teluk ini dihiasai oleh pulau-pulau cantik tak bertuan. Ada beberapa diantaranya yang dihuni oleh suku Bajo dan Bugis yang ber...

Sejarah Hubungan Kesultanan Sumbawa Dengan Kesultanan Banjar

Sejarah Hubungan Kesultanan Sumbawa Dengan Kesultanan Banjar (foto:Google) Sejak masa kerajaan dahulu atau sekitar abad ke-17, penduduk yang mendiami suatu daerah telah berbaur dengan daerah lain. Bugis, Makassar, Bali, Lombok dan sebagainya. Oleh karena itu tidak asing bagi suatu daerah termasuk di Sumbawa, kita telah mengenal berbagai suku yang ada di dalamnya. Termasuk di antarnaya Banjar. Tapi apakah suku ini memiliki hubungan dengan suku Sumbawa? tentu membutuhkan penalaran sejarah untuk mengungkapnya. Berikut beberapa catatan kecil tentang hubungan kesultanan Sumbawa dengan kesultanan Banjar. Periode Pertama Menurut hikayat Banjar dan Kotawaringin, pada masa pemerintahan sultan Banjar, sultan Rakyatullah (1660-1663) sempat menjalin hubungan bilateral dengan kerajaan Selaparang melalui ikatan perkawinan Raden Subangsa (Raden Marabut) bin pangeran Martasinga keturunan sultan Hidayatullah I bin sultan Rahmatullah yang menikah dengan Mas Surabaya puteri Selaparang. Hasil perkawinan t...