Skip to main content

Mengungkap Kebenaran Sejarah Kerajaan Tangko di Empang


 Makam Aisyah, Putri dari Raja Kerajaan Tangko Sumber Foto: Yin Ude (Corong Bulaeng)

Berdasarkan berbagai referensi sejarah, pada tahun 1357 Kerajaan Majapahit melakukan ekspedisi penaklukan ke Pulau Sumbawa, dengan pimpinan Mpu Nala. Dalam ekpedisi penaklukan ini telah berhasil dikuasai beberapa kerajaan di bagian barat dan timur Pulau Sumbawa, yakni Dompo (Dompu), Sapi (Sape), Gunung Api (Tambora), Taliwung (Taliwang), Seran (Seteluk), Hutan Kadali (Utan) dan Kerajaan Tangko (Empang).

Dengan ditaklukkannya kerajaan- kerajaan ini maka agama Hindu menjadi agama di kerajaan yang ditaklukkan tersebut. Masih berdasarkan referensi sejarah Kerajaan Tangko Empang berada di wilayah Desa Ongko sekarang, dan dipimpin oleh seorang raja dengan gelar Batara. Ada beberapa sumber di Empang dan Tarano yang menyebutkan lokasinya bernama hutan Ai Pat, di kawasan pegunungan antara Desa Ongko- Banda (Kecamatan Tarano) dan Desa Mata (Kecamatan Tarano).

Namun tidak ada bukti sejarah yang menjamin kebenarannya. Beberapa waktu lalu Corong Bulaeng mencoba menelusuri ‘tuter’ (cerita- cerita) yang berkembang di tengah masyarakat Ongko dan Banda, dengan sedikit harapan memperoleh sisi- sisi yang bernilai ilmiah terkait sejarah Kerajaaan Tangko. Corong Bulaeng sedikit terkejut dengan dua ‘temuan’. Pertama munculnya nama tokoh bernuansa Islam dalam cerita- cerita yang diperoleh. Nama bernuansa Islam tersebut adalah nama putri dari Batara Tangko, yakni Aisyah.

Apakah Kerajaan Tangko merupakan kerajaan Islam? ‘Temuan’ kedua adalah bahwa lokasi Kerajaan Batara Tangko berada di sebuah kawasan persawahan yang kini disebut Orong Tangko. Letaknya tepat di wilayah perbatasan antara Desa Banda dan Desa Ongko atau lebih kurang 1 km di sebelah timur Desa Banda . Disebutkan pula oleh beberapa orang warga Desa Banda bahwa hingga saat ini masih ada sisa- sisa bukti keberadaan Kerajaan Tangko di lokasi tersebut. Bukti dimaksud berupa gundukan batu serupa kuburan dan buen (perigi) tempat mandi raja, ratu dan putrinya, yang berada di Brang (Sungai) Ongko.

Sisa- sisa Kerajaan Tangko tersebut kini dipercaya menjadi lokasi tempat bercokolnya kekuatan- kekuatan gaib yang kerap mempengaruhi warga desa, seperti bisa menimbulkan penyakit atau membawa berkah- berkah tertentu. Sejak lama, telah ada ‘juru pelihara’ lokasi tersebut, yang menghubungkan roh- roh yang ada di lokasi dengan orang- orang yang berkepentingan dengannya, seperti menyembuhkan penyakit atau mengharap berkah. Adalah Hajjah Sening (70), warga Desa Banda. Perempuan ini diyakini sebagai keturunan ‘juru kunci’ lokasi Kerajaan Tangko.

Dari beliau pun didapati cerita terkait nama bernuansa Islam yakni Aisyah yang dipercaya adalah putri dari Batara Tangko. Konon, berdasarkan cerita Hajjah Sening, Siti Aisyah adalah seorang putri yang mengidap penyakit korengan yang tidak bisa disembuhkan. Batara Tangko malu dan putus asa. Demikian pula dengan Aisyah. Karena dorongan keputusaasaan yang tak terperikan dan keinginan untuk tidak memperpanjang rasa malu bagi keluarga, akhirnya Aisyah meminta kepada orang tuanya agar menggali lubang di tanah sebagai tempat ia tinggal.

Batara Tangko mengabulkan permintaan putrinya tersebut. Ketika lubang berbentuk kubur telah siap, masuknya Aisyah ke dalamnya. Di atasnya ditutup dengan papan kayu lalu ditimbun dengan tanah. Agar Aisyah bisa bernafas, ditancapnya bulu’ (bambu kecil) di ‘kubur’ tersebut. Sekian lama, tidak ada yang tahu apakah Aisyah telah meninggal atau masih hidup. Yang jelas ia tidak pernah keluar dari ‘kubur’ tersebut. Cerita Hajjah Sening ini tentu saja tidak bisa dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Namun setidaknya, setelah mendengarnya, Corong Bulaeng termotivasi untuk memikirkan sebuah kemungkinan baru yang mungkin suatu waktu bisa ditelusuri kebenarannya.

Semacam hipotesa mungkin, bahwa sudah tepat pada awalnya Kerajaan Tangko adalah kerajaan Hindu, namun kemudian pada perkembangannya berubah menjadi kerajaan Islam, merujuk pada sejarah penyebaran Islam di Sumbawa bagian Timur. Desa Banda adalah desa yang berada dalam satu kawasan dengan Dusun Karongkeng yang menjadi lokasi situs Makam Haji Kari, seorang mubaligh. Tidak tertutup kemungkinan, di Desa Banda pula seorang Haji Kari menyiarkan Islam. Dan Kerajaan Tangko adalah salah satu objek syiar beliau.

Sumber:http://corong-bulaeng.blogspot.co.id

Comments

Popular posts from this blog

Sejarah Perkembangan Lawas Sumbawa

Sumbawa (Samawa) mempunyai karya sastra lisan yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat sejak zaman dahulu, salah satunya dalam bentuk puisi lisan. Puisi lisan yang dikenal dengan nama lawas merupakan media komunikasi dan ekspresi bagi masyarakat pemiliknya. Lawas sebagai fenomena budaya merupakan cerminan dari nilai-nilai yang hidup pada masyarakat di zamannya, karena itu nilai budaya tersebut sangat bersifat kontekstual. Lawas sebagai salah satu bentuk sastra lisan dalam masyarakat Sumbawa (Samawa) merupakan fenomena kebudayaan yang akan tetap hadir di tengah-tengah masyarakatnya. Cerminan nilai budaya daerah telah digunakan dalam mengembangkan budaya nasional, sehingga menempatkan sastra lisan sebagai bagian dari kebudayaan nasional yang harus dilestarikan. Maka sudah sepantasnyalah mendapatkan perhatian dari semua pihak untuk menindaklanjuti semua itu dalam berbagai bentuk kegiatan. Lawas telah dimanfaatkan secara luas oleh masyarakatnya dalam berbagai...

Teluk Saleh Sumbawa, Rumahnya Pulau-Pulau Indah

Teluk Saleh, Pantai, pasir putih, lautan biru dan keragaman biota laut, merupakan suguhan menarik bagi para pecinta wisata bahari. Ada banyak lokasi menarik untuk menikmati kekayaan alam tersebut, begitupun apabila anda sedang berada di Pulau Sumbawa. Salah satu lokasi menarik untuk anda kunjungi ketika berlibur ke Pulau Sumbawa adalah Teluk Saleh yang memiliki keragaman dan kekayaan alam mengaggumkan. Nama Saleh dari teluk ini adalah nama yang hingga kini tak dikenal asal usulnya, tidak terdapat dalam catatan sejarah, baik catatan kuno maupun modern. Dalam beberapa Atlas lama, nama Teluk Saleh disebut “ Sallee”. Tapi yang jelas nama Saleh bukanlah nama raja-raja yang pernah berkuasa di pulau Sumbawa. Bukan pula nama seorang tokoh terkenal di Sumbawa. Jadi nama Saleh dari teluk ini masih merupakan sebuah misteri. Dalam bentangan luas laut birunya yang berkilau, teluk ini dihiasai oleh pulau-pulau cantik tak bertuan. Ada beberapa diantaranya yang dihuni oleh suku Bajo dan Bugis yang ber...

Sejarah Hubungan Kesultanan Sumbawa Dengan Kesultanan Banjar

Sejarah Hubungan Kesultanan Sumbawa Dengan Kesultanan Banjar (foto:Google) Sejak masa kerajaan dahulu atau sekitar abad ke-17, penduduk yang mendiami suatu daerah telah berbaur dengan daerah lain. Bugis, Makassar, Bali, Lombok dan sebagainya. Oleh karena itu tidak asing bagi suatu daerah termasuk di Sumbawa, kita telah mengenal berbagai suku yang ada di dalamnya. Termasuk di antarnaya Banjar. Tapi apakah suku ini memiliki hubungan dengan suku Sumbawa? tentu membutuhkan penalaran sejarah untuk mengungkapnya. Berikut beberapa catatan kecil tentang hubungan kesultanan Sumbawa dengan kesultanan Banjar. Periode Pertama Menurut hikayat Banjar dan Kotawaringin, pada masa pemerintahan sultan Banjar, sultan Rakyatullah (1660-1663) sempat menjalin hubungan bilateral dengan kerajaan Selaparang melalui ikatan perkawinan Raden Subangsa (Raden Marabut) bin pangeran Martasinga keturunan sultan Hidayatullah I bin sultan Rahmatullah yang menikah dengan Mas Surabaya puteri Selaparang. Hasil perkawinan t...