Skip to main content

Sedikit Tentang Sejarah Masuknya Islam di Sumbawa

(Nginring Kamutar) foto: jelajah sumbawa

Sejak tahun 1674 sampai dengan tahun 1958 (284 tahun) Raja beragama Islam yang pernah memerintah di kerajaan Sumbawa tercatat sebanyak 17 raja. Sebelum itu, Sumbawa dibawah kekuasaan kerajaan Hindu dari Dinasti“Dewa Awan Kuning”.

Waktu itu dipimpin seorang raja dengan sebutan Dewa Maja Paruwa yang merupakan raja terakhir dari Dinasti tersebut. Dinasti ini berakhir pada tahun 1673 saat kerajaan Gowa Sulawesi Selatan berhasil menaklukan kerajaan Sumbawa.

Berkaitan dengan penaklukan itu, Dewa Maja Paruwa atas nama kerajaan Sumbawa telah menyepakati perjanjian damai yang diajukan raja Gowa. Salah satu syarat dalam perjanjian itu adalah kerajaan Sumbawa bersedia memgang teguh dan menjalankan Syariat Islam dalam pemerintahannya.

Pada dasarnya, penaklukkan bertujuan untuk mengajak raja Sumbawa memeluk agama Islam dan ingin melihat Islam menjadi agama resmi kerajaan Sumbawa. Setelah penaklukkan raja Gowa berhasil, selanjutnya kerajaan Sumbawa bernaung dibawah kerajaan Gowa dan kerajaan Gowa mempunyai kewajiban untuk melindungi kerajaan Sumbawa, sehingga ada ungkapan Sumbawa yang menyebutkan bahwa Gowa payung kekar, Samawa payung komal, yang berarti kerajaan Gowa memayungi atau melindungi kerajaan Sumbawa.

Kedekatan hubungan antara kerajaan Sumbawa dengan kerajaan dari Sulawesi Selatan menjadi semakin erat melalui hubungan perkawinan. Hal ini dapat dilihat dengan dipersuntingnya I Ratia Karaeng Agang Jene, ratu SidenrengSulawesi Selatan oleh Sultan Muhammad Jalaluddin I.

Hubungan perkawinan juga dilakukan Sultan Muhammmad Kaharuddin I dengan mengawini putri raja bugis yang bernama I Sugiratu Karaeng Bontoparang yang pernah menggantikan suaminya yang wafat untuk memimpin kerajaan/kesultanan Sumbawa dan mempunyai gelarSultan Siti Aisyah.

Selanjutnya, pada tahun 1673 Dewa Maja Paruwa wafat. Untuk mengisi kekosongan kekuasaan ditunjuklah Mas Gowa untuk menjalankan pemerintahan kerajaan dan kemudian diganti oleh Mas Cini . Masa pemerintahan mereka berdua tidak ada yang dapat bertahan lama, keduanya terpaksa dilengserkan dari tahta kerajaan dikarenakan pandangan mereka masih kuat dipengaruhi paham Hindu. Sebagai pengganti, kemudian ditunjuklahMas Bantan adik dari Mas Cini.

Mas Bantan dikenal taat menjalankan Syariat Islam dan Pandangannya tentang Islam sangat luas. Mas Bantan kemudian dinobatkan menjadi raja pada tahun 1674 dengan gelar Sultan Harunnurasyid I. Ia merupakan raja Islam pertama yang mendapatkan gelar Sultan dikerajaan Sumbawa. Dinobatkannya Mas Bantan menjadi raja kerajaan Sumbawa menjadi titik awal kekuasaan Dinasti “Dewa Dalam Bawa”.

Raja-raja pada masa kekuasaan Dinasti ini semuanya menjalankan ajaran Islam, hingga berakhirnya Dinasti ini pada tahun 1958 dengan sultan terakhir bernama Sultan Muhammad Kaharuddin III.

Comments

Popular posts from this blog

Sejarah Perkembangan Lawas Sumbawa

Sumbawa (Samawa) mempunyai karya sastra lisan yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat sejak zaman dahulu, salah satunya dalam bentuk puisi lisan. Puisi lisan yang dikenal dengan nama lawas merupakan media komunikasi dan ekspresi bagi masyarakat pemiliknya. Lawas sebagai fenomena budaya merupakan cerminan dari nilai-nilai yang hidup pada masyarakat di zamannya, karena itu nilai budaya tersebut sangat bersifat kontekstual. Lawas sebagai salah satu bentuk sastra lisan dalam masyarakat Sumbawa (Samawa) merupakan fenomena kebudayaan yang akan tetap hadir di tengah-tengah masyarakatnya. Cerminan nilai budaya daerah telah digunakan dalam mengembangkan budaya nasional, sehingga menempatkan sastra lisan sebagai bagian dari kebudayaan nasional yang harus dilestarikan. Maka sudah sepantasnyalah mendapatkan perhatian dari semua pihak untuk menindaklanjuti semua itu dalam berbagai bentuk kegiatan. Lawas telah dimanfaatkan secara luas oleh masyarakatnya dalam berbagai...

Teluk Saleh Sumbawa, Rumahnya Pulau-Pulau Indah

Teluk Saleh, Pantai, pasir putih, lautan biru dan keragaman biota laut, merupakan suguhan menarik bagi para pecinta wisata bahari. Ada banyak lokasi menarik untuk menikmati kekayaan alam tersebut, begitupun apabila anda sedang berada di Pulau Sumbawa. Salah satu lokasi menarik untuk anda kunjungi ketika berlibur ke Pulau Sumbawa adalah Teluk Saleh yang memiliki keragaman dan kekayaan alam mengaggumkan. Nama Saleh dari teluk ini adalah nama yang hingga kini tak dikenal asal usulnya, tidak terdapat dalam catatan sejarah, baik catatan kuno maupun modern. Dalam beberapa Atlas lama, nama Teluk Saleh disebut “ Sallee”. Tapi yang jelas nama Saleh bukanlah nama raja-raja yang pernah berkuasa di pulau Sumbawa. Bukan pula nama seorang tokoh terkenal di Sumbawa. Jadi nama Saleh dari teluk ini masih merupakan sebuah misteri. Dalam bentangan luas laut birunya yang berkilau, teluk ini dihiasai oleh pulau-pulau cantik tak bertuan. Ada beberapa diantaranya yang dihuni oleh suku Bajo dan Bugis yang ber...

Sejarah Hubungan Kesultanan Sumbawa Dengan Kesultanan Banjar

Sejarah Hubungan Kesultanan Sumbawa Dengan Kesultanan Banjar (foto:Google) Sejak masa kerajaan dahulu atau sekitar abad ke-17, penduduk yang mendiami suatu daerah telah berbaur dengan daerah lain. Bugis, Makassar, Bali, Lombok dan sebagainya. Oleh karena itu tidak asing bagi suatu daerah termasuk di Sumbawa, kita telah mengenal berbagai suku yang ada di dalamnya. Termasuk di antarnaya Banjar. Tapi apakah suku ini memiliki hubungan dengan suku Sumbawa? tentu membutuhkan penalaran sejarah untuk mengungkapnya. Berikut beberapa catatan kecil tentang hubungan kesultanan Sumbawa dengan kesultanan Banjar. Periode Pertama Menurut hikayat Banjar dan Kotawaringin, pada masa pemerintahan sultan Banjar, sultan Rakyatullah (1660-1663) sempat menjalin hubungan bilateral dengan kerajaan Selaparang melalui ikatan perkawinan Raden Subangsa (Raden Marabut) bin pangeran Martasinga keturunan sultan Hidayatullah I bin sultan Rahmatullah yang menikah dengan Mas Surabaya puteri Selaparang. Hasil perkawinan t...